Headline

Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.

Setia Bekerja di DPR hingga Akhir Hayat

(Dede Susianti/J-3)
22/9/2016 06:00
Setia Bekerja di DPR hingga Akhir Hayat
(ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya)

MANSUR, kelahiran Bogor pada 1938, setiap hari kecuali Jumat selalu ngantor di 'DPR'. Dari rumahnya, di Janggal, Kampung Cibeureum, Ciapus, Kabupaten Bogor, ia berangkat pukul 07.00 WIB. Dengan angkutan kota menuju Jalan Otista (Oto Iskandardinata), pusat Kota Bogor. Di sanalah Mansur mengais nafkah menjadi tukang cukur DPR atau kepanjangan dari 'di bawah pohon rindang'. Penampilannya sangat sederhana, dengan ciri khasnya berkemeja lengan panjang, celana bahan, dan bersandal jepit serta berpeci. Tas selempang dengan ukuran cukup besar selalu dibawanya. Berisi perangkat kerjanya berupa gunting, pisau cukur, potongan kulit/kalep sebagai alat asahan, handuk kecil, kain putih, sisir, sabun batang, busa dan alat cukur manual yang disebutnya mesin kodok. Pohon kapuk, di dekat Tugu Kujang, menjadi tempatnya bekerja sehari-hari. Diameter pohon kapuk sekitar empat rentangan/pelukan tangan orang dewasa, usianya sebaya dengan Mansur. Mansur mengaku kepada Media Indonesia saat mengunjunginya akhir pekan lalu, bahwa tidak ada pekerjaan yang cocok dan lebih baik baginya selain menjadi tukang cukur.

Separuh hidupnya, dijalaninya dengan bekerja sebagai tukang cukur. Ia akan terus mencukur sepanjang tubuhnya mampu.
"Kalau sakit saja libur. Itu juga suka enggak betah, kadang tetap ke sini. Saya mau nyukur terus selagi saya mampu, sehat. Berhentinya kalau benar-benar enggak mampu lagi. Sakit, gak bisa bangun,"ungkapnya. Ia juga enggan pindah ke tempat lain. Seperti ke kios, ruko, atau bangunan permanen lainnya. Anak-anaknya memang pernah menawarinya tempat usaha yang tidak jauh dari keluarganya agar dia bisa menikmati hari tua dengan tetap mencukur. Namun, tawaran itu ditepis Mansur. Ia tetap senang mencukur di DPR pohon kapuk. Alasannya, ia bisa melayani kalangan ekonomi ke bawah.
Sebelumnya, Mansur telah menjajal pekerjaan lain. Ia pernah menjadi kuli bangunan. Namun, hanya bertahan tiga bulan.
Dia juga pernah berjualan pakaian di Kemayoran, Jakarta. "Bangunan ada musimnya, jadi saya berhenti. Saya jualan pakaian yang masih zamannya baju anak-anak gambar dakocan. Tapi hasilnya hanya cukup buat makan. Jual pakaian juga sama dengan ngebangun, ada musimnya. Pakaian lakunya mau Lebaran saja,"tuturnya. Sebelum menetap menjadi tukang cukur 'DPR' di dekat Tugu Kujang, Mansur pernah mencukur di sejumlah tempat di Jakarta. Pada 1975-an, di Kampung Pulo, di depan toko roti Tan Ek Tjoan, dan bertahan sekitar 4 tahunan. Lalu, pindah ke Kemayoran, Jalan Kran, belakang pabrik Naspro. Di usia rentanya, Mansur terlihat bugar. Rahasianya ialah bersukacita. Senyum dan semangat.
Itu juga yang jadi modal dia menghadapi pelanggan. Pelanggannya mulai turis hingga anak punk.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya