Headline
Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.
PENYIDIK Bareskrim Polri mengklaim telah menyelamatkan uang negara senilai Rp32 triliun dari kasus korupsi penjualan kondensat yang telah dinyatakan lengkap (P21) oleh kejaksaan.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya mengungkapkan uang Rp32 triliun itu disita dari beberapa rekening milik tersangka.
"Hampir semuanya sudah didapatkan. Ada beberapa rekening senilai Rp32 triliun yang diblokir dan dikembalikan ke negara," ujar Agung Setya, Minggu (7/1).
Selain itu, pihaknya menyita kilang minyak senilai Rp600 miliar. Berdasarkan penghitungan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), kerugian negara mencapai US$2,716 miliar atau sekitar Rp36,481 triliun dengan kurs Rp13.470 per US$.
"Itu artinya masih ada selisih yang harus kami kejar," lanjutnya.
Agung mengakui penanganan kasus kondensat rumit sebab korupsi berlangsung di area perminyakan.
Umumnya, kasus yang ditangani polisi berkaitan dengan proyek dan pengadaan barang.
Pada awal penanganan perkara, kata Agung, banyak pihak melirik untuk menangani kasus tersebut.
"Ada juga yang sampai ingin menggeser pidananya menjadi perdata, tapi kami temukan kuncinya bahwa kasus ini tidak ada kontraknya," tegas Agung.
Pengusutan perkara korupsi melalui penjualan kondensat dilakukan Bareskrim Polri sejak 2015.
Dugaan korupsi itu melibatkan tersangka Raden Priyono selaku Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dan Djoko Harsono selaku Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas yang dibuat dalam satu berkas.
Kemudian, berkas berikutnya atas nama Honggo Wendratno selaku Direktur Utama PT TPPI Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI).
Dengan lengkapnya berkas kasus kondesat tersebut, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin mendesak Bareskrim Polri untuk segera menyelesaikan tahap kedua penyerahan tersangka dan barang bukti.
Tanggal mundur
Kasus itu bermula saat BP Migas menunjuk PT TPPI mengelola kondensat pada periode 2009 sampai 2011.
Ketika lifting pertama sekitar Mei 2009 dilaksanakan, belum ada kontrak, tapi langsung diolah PT TPPI.
"Baru 11 bulan kemudian dibuatkan kontrak pekerjaan. Artinya, tanda tangan atau surat kontrak diberi tanggal mundur, kemudian baru dilanjutkan kembali sampai 2011," tutur Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Adi Toegarisman di Jakarta, baru-baru ini.
BP Migas juga melakukan penunjukan langsung penjualan minyak tanah/kondensat yang melanggar Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS 20/BP00000/2003-S0 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjualan Minyak Mentah/kondensat Bagian Negara.
Adi menambahkan, pengelolaan kondensat oleh Pertamina awalnya dijual sebagai bahan bakar Ron 88, tetapi oleh PT TPPI diolah menjadi elpiji melalui anak usaha, Tuban LPG Indonesia (TLI).
"Kira-kira ada enam pelanggaran hukum dari kasus tersebut," ujar Adi.
JAM Pidsus menambahkan sejauh ini perkara belum mengarah pada tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Meski begitu, Polri dan Kejaksaan Agung telah berkoordinasi mendalami TPPU. (Mal/J-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved