Headline
Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.
PEMERINTAH Myanmar meratakan sisa-sisa desa Muslim Rohingya, untuk memberi jalan bagi permukiman kembali pengungsi sebagai upaya pembangunan kembalil di negara bagian Rakhine.
Mereka berdalih hal itu bukan upaya menghancurkan bukti kekejaman pembunuhan etnis Rohingya yang sempat dilakukan. Pada pekan lalu, Human Rights Watch, yang bermarkas di New York, mengatakan mengulas citra satelit, yang menunjukkan Myanmar meratakan setidak-tidaknya 55 desa di Rakhine, termasuk dua yang tampaknya utuh sebelum mesin berat tiba.
Kelompok tersebut mengatakan bahwa pembongkaran tersebut dapat menghapus bukti kekejaman pasukan keamanan atas pembersihan suku kecil Rohingya, sebagaimana yang dilontarkan PBB dan Amerika Serikat.
Kekerasan militer, yang dilakukan karena serangan gerilyawan Rohingya di 30 pos polisi dan pangkalan militer pada 25 Agustus 2017, menyebabkan 688.000 orang mengungsi dari desa mereka dan melintasi perbatasan ke Bangladesh.
Banyak dari mereka menceritakan pembunuhan, pemerkosaan dan pembakaran oleh tentara dan polisi Myanmar.
Myanmar telah menolak sebagian besar tuduhan dan meminta lebih banyak bukti pelanggaran. Namun mereka justru menolak wartawan independen, pemantau HAM dan penyidik yang ditunjuk PBB guna mengakses zona konflik tersebut.
Pemimpin Aung San Suu Kyi pada Oktober 2017 mendirikan Union Enterprise for Humanitarian Assistance, Resettlement and Development (UEHRD) untuk memimpin tanggapan domestik.
Ekonom veteran Aung Tun Thet, yang merupakan ketua badan tersebut, mengatakan bahwa desa-desa dibuldoser untuk mempermudah pemerintah memindahkan pengungsi sedekat mungkin ke bekas rumah mereka.
"Tidak ada keinginan untuk menyingkirkan apa yang disebut bukti," kilahnya kepada wartawan, Senin (26/2), menanggapi tuduhan pembongkaran bukti tersebut seperti dilansir Reuters.
"Yang kami maksudkan adalah memastikan bangunan untuk orang-orang yang kembali bisa dibangun dengan mudah," tambahnya.
Aung Tun Thet juga mengatakan bahwa Myanmar akan memastikan pemulangan berdasarkan sebuah kesepakatan yang ditandatangani dengan Bangladesh pada November lalu akan berjalan adil, bermartabat dan aman.
Dalam pidato di Dewan HAM di Jenewa, Sekjen PBB Antonio Guterres mengemukakan kembali seruannya kepada Myanmar untuk memastikan akses kemanusiaan yang tidak dibatasi di negara bagian Rakhine.
PBB menghentikan kegiatan di Rakhine utara dan mengevakuasi staf non kritis, setelah pemerintah mengatakan bahwa mereka telah mendukung gerilyawan Rohingya tahun lalu. Lembaga pengungsi PBB telah dikecualikan dari proses repatriasi.
"Masyarakat Rohingya sangat membutuhkan bantuan segera, yang bisa menyelamatkan jiwa mereka, serta penyelesaian jangka panjang dan keadilan," kata Guterres, Senin (26/2). (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved