Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Berdayakan Penyandang Disabilitas untuk Maju Bersama

Suryani Wandari Putri Pertiwi
26/11/2021 06:00
Berdayakan Penyandang Disabilitas untuk Maju Bersama
Pasangan suami istri disabilitas tunarungu dan tunawicara, Adhari Ziluandana, 34, dan Imas Nurhayati, 24(MI/Wandari Putri)

SEPARUH dari 300 pesanan sajadah lipat travel telah dikerjakan Kanah, karyawan Star Digital Printing, seusai jam istirahat. Dikemas menggunakan plastik, sajadah berukuran 50x30 cm itu tampak ringkas dan cantik karena didesain khusus sesuai permintaan sang pemesan sebagai suvenir 100 hari kepergian keluarganya.

Beristirahat sebentar untuk mengambil minum dan makan beberapa cemilan, Kanah kembali melanjutkan pekerjaannya menuju pojok ruangan tempat mesin jahit berada. Tangannya mulai mengambil beberapa helai kain rasfur yang telah terpola kemudian menjahitnya. Tak lupa, kain itu digabungkan dengan kain yang telah di-print bergambar wajah seseorang.

Semua produk memang dibuat custom atau disesuaikan dengan keinginan pelanggan sehingga pelanggan secara bebas bisa memilih dan menentukan sendiri dari ukuran, warna, bentuk, hingga desain pada gambarnya.

Mereka ialah Adhari Ziluandana, 34, dan Imas Nurhayati, 24, pasangan suami istri disabilitas tunarungu dan tunawicara yang membuka digital printing itu. Mereka mengaku inisiatif tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

Sebelumnya, Adhari yang merupakan lulusan SMK pada 2008 telah mencoba mencari pekerjaaan di beberapa perusahaan, tetapi dengan keadaan fisiknya yang tidak sempurna, ia justru mendapat banyak penolakan.

"Saya mencoba mencari kerja di pabrik, tapi para pemilik tidak bisa menerima saya karena saya tuli. Bahkan, saya mencari kerja selama tiga tahun dan masih tidak diterima di mana pun," kata Adhari ketika diwawancarai di outlet-nya di Sumedang, Senin (25/10).

Keinginannya untuk memperbaiki ekonomi keluarga, mampu mandiri, dan bekerja pun membuat laki-laki asal Medan itu bertekad menambah kemampuan di bidang desain grafis. Ia mengikuti kursus selama tiga bulan dengan biaya yang cukup mahal. Beruntungnya, ia diterima menjadi karyawan desain grafis digital printing di Mal Plaza Medan.

Bermodal pengalamannya bekerja, akhirnya setelah menikah dengan Imas pada 2017 dan pindah ke Sumedang, ia mulai merintis usaha digital printing meskipun dengan modal pas-pasan.

"Untuk bangun usaha ini, saya sampai menjual kalung emas untuk membantu suamiku. Hasilnya dibelikan mesin," ungkap Imas.

Mereka berusaha berjuang menjalani kehidupan dengan kemampuan yang mereka miliki dan bersaing di tengah kondisi dan keterbatasan serta kekurangan yang mereka miliki. Imas membantunya dalam hal pemasaran melalui media sosial. Bahkan, pada 2018, keduanya mendapatkan pelatihan dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kabupaten Sumedang mengenai kewirausahaan yang juga diikuti 30 orang disabilitas.

Dua tahun berselang, keduanya lalu mengajukan bantuan akses permodalan kepada Baznas Kabupaten Sumedang. Pada Juli 2020, Baznas memberikan bantuan berupa satu unit komputer, meja, dan sewa toko selama satu tahun.

"Saya membuka usaha di rumah sempit dan panas. Dengan bantuan ini, saya benar-benar berterima kasih kepada Baznas hingga akhirnya saya punya toko sendiri dan usaha menjadi lancar," kata Adhari menggunakan bahasa isyarat yang diterjemahkan istrinya.

Kegigihan mereka pun diapreasi Bupati Sumedang Dony Ahmad Munir yang kala itu meresmikan tempat usaha Star Digital Printing di Desa Padasuka, Sumedang.

"Pasangan disabilitas ini bisa jadi contoh buat yang lainnya bahwa disabilitas juga mampu, mampu berkarya, berusaha mandiri, dan dapat penghasilan yang memadai," kata Dony dilansir dari website pemerintah Kabupaten Sumedang.

"Kata pak Bupati, kami hebat bisa bangun usaha. Di Sumedang ini, yang pertama memberdayakan disabilitas untuk digital printing," kata Imas dengan suara terbata-bata.

Hal itu menjadi pemicu semangat keduanya untuk terus berkarya tanpa memedulikan omongan negatif yang kadang diterimanya. Tidak dimungkiri perlakuan diremehkan serta dikucilkan pun sempat ia rasakan. Bahkan, dianggap sepele juga datang pula dari saudara-saudara serta lingkungan sekitarnya.

Ia ingat betul, dahulu pernah diremehkan bahkan oleh anak SMP yang memesan sejumlah barang, tetapi tak pernah membayar karena mungkin dianggap tak akan mengerti lantaran tuli.

"Tapi saya ikhlaskan, sabar, dan tidak pernah menyerah untuk selalu berusaha dan bekerja. Saya yakin meskipun tuli, saya bisa sukses dan berhasil," kata Imas.

 

Cari karyawan disabilitas

Merasakan sulit untuk mencari kerja dan tak mau hal itu dialami penyandang disabilitas tunarungu lainnya, Adhari sengaja mencari karyawan sesama penyandang disabilitas. Alasan utamanya karena kemanusiaan.

"Karena kemanusiaan saja. Kami tahu sulitnya cari kerja. Itu juga carinya susah, harus ke beberapa tempat sampai ke SLB (Sekolah Luar Biasa) Cimalaka," kata Imas.

Menurutnya, selain ingin membantu, komunikasi antarmereka pun bisa berjalan dengan lancar. Imas menuturkan biasanya, orang tunarungu maupun tunawicara, sudah terbiasa menggunakan bahasa isyarat sehingga gampang untuk memahami dan tak sulit beradaptasi layaknya dengan orang normal lainnya.

Saat ini, Star Digital Printing memiliki dua karyawan aktif. Sebelumnya, mereka pernah mempekerjakan hingga enam karyawan. Menurutnya, beberapa karyawannya belum menunjukkan kinerja yang kurang baik.

Kini, hanya terdapat dua karyawan untuk mengerjakan beberapa produk, seperti cashing ponsel, bantal, boneka, tas tali sumbu, tooth bag, tumbler, dan lainnya. Sementara itu, Adhari bertindak sebagai desain grafis, Imas sesekali membantu dari sisi proses produksi dan pemasaran.

Meski dengan karyawan yang minim, Imas bersyukur pekerjaannya tetap berjalan lancar. Ia juga mempromosikan di media sosial dan e-commerce serta lima reseller yang tersebar di beberapa daerah, seperti Bali, Maluku, Bengkulu, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sumatra.

Dengan tingkatan harga terendah dari Rp25 ribu, Imas mengaku omzet penjualannya mencapai Rp10 juta setiap bulannya. "Omzetnya lumayan, untuk bayar kredit mobil yang baru dibeli dua bulan lalu," kata Imas.

Kendaraan itu memang dibelinya untuk kebutuhan bisnis seperti belanja kain. Sebelumnya, mereka hanya mengandalkan mobil sewaan yang dianggapnya pemborosan karena uang banyak terkuras.

Meski telah bermitra dengan beberapa reseller dan e-commerce, mereka tetap melayani pelanggan yang ingin memesan lewat outlet-nya. Dengan kondisi fisik yang terbatas, komunikasi bersama pelanggan tak dijadikan halangan.

"Di onlinekan, bisa pakai chat, tapi kalau yang pesan lewat outlet, kami bisanya komunikasi menggunakan tulisan," ucapnya

Meski awalnya minder, Imas dan Adhari mengaku sangat bersemangat untuk bekerja dan membantu sesama. Ke depannya, mereka berharap dapat mengembangkan usaha mereka serta membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya, khususnya bagi para penyandang disabilitas. (N-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik