Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Sukses Jadi Instruktur Tata Busana di BLK Karitas Peduli

Alexander P Taum
01/10/2021 06:00
Sukses Jadi Instruktur Tata Busana di BLK Karitas Peduli
Yakobus Pationa membimbing peserta kursus tata busana di Balai Latihan Kerja Komunitas Karitas Peduli(MI/ALEXANDER P TAUM)

YAKOBUS Pationa, di tengah keterbatasan fisik, masih bisa mengejar impiannya sebagai instrukstur kursus tata busana di Balai Latihan Kerja Komunitas Karitas Peduli yang dikembangkan Yayasan Gunthild Karitas asuhan Susteran Konggregasi SSPS di Desa Pada, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur.

Meski terlahir sebagai penyandang disabilitas, perjuangan keras Yakobus Pationa untuk belajar tata busana harus diacungi jempol dan kini sudah membuahkan hasil. Berkat didikan Yakobus Pationa, telah lahir tiga angkatan kursus.

Yakobus Pationa menyandang disabilitas sejak lahir. Kaki kirinya kecil dan tidak bisa digunakan untuk berjalan. Setelah menamatkan belajarnya di SMP St Pius X, Lewoleba pada 1996, Yohanes Pationa direkrut suster Sita untuk bekerja di RS Bukit. Kala itu ia ditugaskan untuk menjadi penata taman di RS Bukit Lewoleba.

Oleh suster Sita, Akon, nama panggilan Yakobus Pationa, diajak ke RS St Damian Cancar milik konggergasi SSPS untuk mengobati kakinya. Kebetulan di RS St Damian, Cancar, Kabupaten Manggarai, NTT, sedang digelar operasi kaki gratis untuk penyandang disabilitas.

"Ada dua pilihan waktu itu, operasi di Cancar atau di Australia. Saya pilih dioperasi di Cancar. Jadilah saya pasang brace, alat bantu jalan. Bagian pergelangan lutut bagian dalam pada kaki kiri saya dibelah untuk mengurai urat yang kusut. Kemudian, bagian pergelangan kaki kiri saya pun dioperasi. Setelah itu, selama enam bulan saya hanya bisa tidur karena dipasangi gips. Setelah itu, saya jalani terapi enam latihan jalan dengan alat bantu brace," ujar Yakobus Pationa.

Yakobus menuturkan ketika enam bulan saat menanti dokter membuka gips, kami ditawari belajar keterampilan. Yakobus pun tertarik. "Saya mulai belajar membuat rosario dengan bingkai hiasan dari gelagah. Saya membuatnya di atas tempat tidur karena kaki masih digips. Gerak tubuh juga terbatas. Di saat itulah kreativitas saya mulai dirangsang," ujar Yakobus.

Di RS St Damian Cancar ini banyak penyandang disabilitas yang sedang dirawat. Selama menjalani perawatan, mereka belajar keterampilan yang bisa dipelajari untuk pegangan hidup saat kembali ke kampung halaman.

"Saya belajar menjahit di Susteran. Awalnya, ikut-ikutan saja Agus Nunu, sesama penyandang disabilitas yang tergolong senior. Dia belajar tata boga seusai menjalani operasi di Surabaya," ujar Yakobus Pationa.

Ia juga belajar menjahit dengan cara menonton para penjahit yang membuka pelayanan di pasar Kota Ruteng.

"Saat merantau, saya harus belajar banyak. Saya juga harus belajar biar bisa mandiri. Mulai ikut orang, lamar kerja dengan gaji seadanya. Semuanya saya lakukan untuk mengasah kemampuan menjahit," ujar Yakobus.

Menurut Yakobus, untuk menghasilkan sebuah jahitan, perlu melewati tahapan yang berbeda-beda. Tujuannya sebuah jahitan harus dapat diselesaikan secara ringkas.

"Dimulai dengan buat pola dasar sampai desain pakaian. Setiap orang melakukannya dengan tahapan berbeda-beda. Saya selalu mencari cara agar tahapan jahitan harus lebih ringkas," ujar Yakobus.

Waktu keluar dari Susteran, ia kemudian membuka usaha jahitan sendiri di Kota Ruteng, Kabupaten Manggarai. Ia menyewa rumah kosong di pinggir jalan. Dengan harga sewa kios Rp250.000 per bulan.

Pada 2000, ia memutuskan untuk kembali ke lembata dan membina rumah tangga dengan Yustina. Yustina menempuh pendidikan di sekolah menengah pekerja sosial, jurusan pengembangan masyarakat (penyandang cacat) di SMA Surya Mandala, Waiwerang, Adonara. Ia kemudian bekerja sebagai tenaga kontrak di Kantor Lurah Lewoleba Barat.

"Saya pernah menjadi pekerja sosial. Pada saat praktik juga sering bersama panyandang disabilitas. Karena itu, saya tidak asing dengan penyandang disabilitas," ujar Yustina.

Usaha menjahit terus dilanjutkan dengan bantuan modal hibah dari Pastor Eugene Schmit, SVD, pastor Deken Lembata kala itu. Modal itu dipergunakan untuk membeli kain dan benang.

Sayangnya, saat Pasar Inpres Lewoleba terbakar, kios tempatnya berusaha ikut dijarah. Namun, ikhtiarnya untuk tetap mandiri terus dijalaninya. Yakobus pun memilih menjadi tukang ojek.

 

Penjahit telaten

Nama Yakobus sebagai salah satu penjahit yang andal dan telaten didengar suster Margareta Ada, SSPS, direktur BLK Yayasan Gunthild Karitas Peduli.

Sebagai murid yang dilatih Konggergasi SSPS, suster Margareta yakin Yakobus dapat dijadikan instruktur untuk Balai Latihan Kerja yang sedang dirintisnya. Suster Margareta pun mencari Yakobus dan memintanya bergabung merintis BLK itu.

Kepada Media Indonesia, Selasa (28/9), suster Margareta menjelaskan alasannya mempekerjakan Yakobus Pationa, penyandang disabilitas, sebagai instruktur kursus tata busana.

"Kami lebih berfokus pada segmen skill, terlepas dia itu penyandang dissabilitas. Percuma kalau orang normal, tetapi kalau tidak memiliki skill. Saya punya beberapa instruktur, tapi saya lakukan seleksi alamiah," ujar suster Margareta.

Menurutnya, Yakobus ini didikan SSPS, St Damian Cancar di Manggarai. Karena itu, semangat disiplin, nilai kerja tidak tunggu dibayar, loyalitas, dan pengabdian sudah tidak diragukan lagi.

"Selain itu, dari aspek sosial dia adalah kepala keluarga walaupun istrinya PNS. Walau kami tidak janjikan gaji besar, kami sangat perhatikan beliau. Meski belum kantongi sertifikat instruktur, kami sedang cari cara untuk mendapatkan sertifikat instruktur," ujar suster Margareta.

Ia menambahkan Yakobus sangat terampil, tekun, dan mau belajar.

"Dia haus untuk belajar. Dia telaten dampingi peserta pelatihan sampai mengerti betul. Meskipun yang didampingi itu adalah peserta pelatihan normal. Dia telaten memberikan ilmu semuanya. Dia menyejajarkan skill-nya yang tinggi dengan peserta yang baru merangkak dari bawah, itu saya kasih jempol," lanjut Suster Margareta.

Balai Latihan Kerja (BLK) Yayasan Gunthild Karitas membuka kursus tata busana level 1 dan level 2, tata boga, bahasa Inggris untuk anak dan dewasa, serta informatika dan komputer.

Saat ini, BLK tersebut sedang membangun gedung baru. Tahun depan, BLK Yayasan Gunthild Karitas akan meluncurkan pengolahan limbah plastik. (N-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya