Headline

Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.

Perkuat Sistem Informasi Kesehatan

Dhika Kusuma Winata
08/1/2018 09:21
Perkuat Sistem Informasi Kesehatan
(ANTARA/WIDODO S JUSUF)

UNTUK menanggulangi wabah difteri, selain menjalankan program imunisasi, pemerintah diminta memperkuat sistem informasi kesehatan.

Tujuannya ialah agar masyarakat memiliki pemahaman yang benar akan difteri dan mendukung penuh upaya penanggulangannya, termasuk tidak menolak imunisasi.

Hal itu mengemuka dalam forum diskusi bertajuk Indonesia Bebas Difteri yang diselenggarakan Pengurus Pusat Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI) di Ruang Senat Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Kampus Salemba, Jakarta, kemarin.

Dipaparkan, sejak 1976 pemerintah Indonesia melakukan imunisasi difteri pada anak-anak usia balita.

Namun, di 2017 lalu difteri kembali mewabah.

Hal tersebut terjadi karena masih adanya orangtua yang belum mau mengimunisasi anak-anak usia balita meskipun imunisasi diberikan secara gratis oleh pemerintah.

Selain itu, masih banyak anak-anak Indonesia yang meski sudah diimunisasi, imunisasi itu belum lengkap.

Juga adanya anggota masyarakat yang berusia di atas usia 40 tahun yang belum melakukan imunisasi serta kurangnya informasi mengenai manfaat imunisasi serta tata cara imunisasi.

"Pemerintah harus melakukan penguatan sistem informasi. Harus selalu menyosialisasikan apa itu difteri, akibatnya, cara mengatasinya, dan bagaimana mendapatkan imunisasinya, serta dampak yang akan ditimbulkan jika tidak diimunisasi. Selama ini masyarakat masih bingung," ujar dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat UI yang juga Ketua Iluni UI, Wahyu Sulistiadi, di forum itu.

Dekan FKUI Ari Fahrial Syam mendorong seluruh komponen akademik FKUI, termasuk mahasiswa kedokterannya, untuk aktif berbagi informasi yang benar mengenai difteri melalui akun media sosial.

Hal itu bertujuan membantu masyarakat melawan hoaks tentang difteri dan imunisasi.

Stok vaksin cukup

Kala disinggung tentang ketersediaan serum dan vaksin difteri, Kepala Bagian Uji klinik imunisasi PT Bio Farma (persero) Mahsum Muhammadi menyampaikan, pihaknya memiliki stok yang cukup.

"Selain digunakan di dalam negeri, kami juga biasanya melakukan ekspor ke negara-negara tetangga. Namun, begitu ada wabah ini, untuk sementara menghentikan ekspor vaksin," katanya.

Untuk menjamin rasa tenang masyarakat, sambung Mahsun, pihaknya tengah melakukan sertifikasi halal untuk berbagai serum dan vaksin, termasuk vaksin difteri.

Sementara itu, Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Jawa Barat, masih mengejar target imunisasi ulang difteri bagi anak usia 0-19 tahun.

Sebabnya hingga saat ini baru tercapai 37% dari sasaran 970 ribu anak.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit pada Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Dezi Syukrawati, menyampaikan masih banyak warga yang enggan imunisasi ulang.

"Mereka anggap pemberian imunisasi sudah cukup dilakukan pada periode sebelumnya sehingga di sekolah atau posyandu banyak orangtua yang menolak."

Di Kecamatan Bojonggambir, Ciawi, dan Kecamatan Jamanis, Tasikmalaya, Jabar, 14 orang diduga terkena difteri.

Tiga orang dirawat intensif di ruang isolasi RSU Medika Citrautama Singaparna.

Selebihnya dirawat di Puskesmas Bojonggambir. (Gan/AD/YH/H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya