Headline
Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.
INDUSTRI film harus terus dikembangkan sebagai salah satu subsektor ekonomi kreatif. Namun, kendala yang kerap dihadapi para pembuat film ialah masalah pendanaan dan kesulitan mendapatkan investor.
Menurut Deputi Akses Permodalan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Fadjar Hutomo, investasi bisnis dalam industri film hampir sama dengan yang dihadapi perusahaan rintisan (start-up), yakni berisiko. “Di start-up, apabila kita mendanai 10 perusahaan rintisan, kemungkinan yang berhasil hanya satu. Di film situasinya kurang lebih mirip,” tutur Fadjar dalam diskusi di Jakarta, pekan lalu.
Menurutnya, untuk meminimalkan risiko investasi dalam bisnis film, akan digunakan pendekatan portofolio. Saat ini Bekraf tengah mengajukan skema insentif tersebut kepada Badan Kebijakan Fiskal untuk dikaji lebih lanjut.
“Kami ingin melihat dampak dan output yang diberikan pada perekonomian nasional apabila ada insentif bagi investor film,” ujar Fadjar.
Ia juga menjelaskan, pada awal 2017 Bekraf telah membuat proyek bersama para pembuatan film untuk mengangkat 10 destinasi pariwisata di Indonesia.
Pada kesempatan yang sama Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hilmar Farid yang juga menjadi pembicara dalam diskusi tersebut menuturkan Kemendikbud mempunyai Pusat Pengembangan Perfilman yang dapat membantu para pembuat film, mulai proses produksi hingga distribusinya.
Namun, kriteria film tersebut harus berkaitan dengan visi pengembangan pendidikan dan kebudayaan. “Itu juga diperuntukkan proyek film yang sulit mencari dukungan karena biasanya kontennya tidak komersial,” kata Hilmar.
Dalam waktu dekat, tambahnya, Kemendikbud akan membuat petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis agar para pembuat film dapat mengakses dana tersebut. (Ind/H-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved