Headline
Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.
PERLAHAN tetapi pasti perokok pemula terus meningkat. Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Lenny Rosaline mengatakan data Atlas Pengendalian Tembakau di ASEAN menunjukkan lebih dari 30% anak Indonesia merokok sebelum usia 10 tahun. Padahal, semakin muda usia perokok potensi terkena penyakit degeneratif di usia muda pun meningkat.
Survei Indonesia Kesehatan Nasional (Sirkesnas) 2016 menunjukkan prevalensi perokok usia anak (di bawah usia 18 tahun) meningkat dari 7,2% pada 2013 menjadi 8,8% pada 2016.
Dari jumlah 87 juta anak, sekitar 43 juta (49%) terpapar asap rokok atau perokok pasif, dan dari 43 juta tersebut terdapat sekitar 11,4 juta (27%) ialah anak usia di bawah lima tahun (balita).
Kenyataan tersebut membuat KPPPA mengupayakan perlunya pencegahan yang menyasar anak-anak melalui edukasi, kampanye, dan sosialisasi tentang bahaya merokok sehingga mereka tidak menirunya.
“Kami ingin menyampaikan kepada anak-anak di Indonesia bahwa merokok itu tidak keren. Kami juga siapkan testimoni dari anak-anak berprestasi dan mereka unggul karena tidak merokok,” kata Lenny dalam jalan sehat bertema Anak Indonesia hebat tanpa rokok di Jakarta, kemarin.
Lebih jauh Lenny menuturkan rokok dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan dan mengganggu tumbuh kembang anak apabila sering terpapar oleh asap rokok.
Lenny melanjutkan Indonesia telah meratifikasi konvensi hak anak. Salah satunya pemenuhanan hak atas kesehatan. Pemerintah juga menargetkan pencapaian Indonesia layak anak pada 2030 melalui kabupaten/kota layak anak. Menurut Lenny, sampai 2017 baru 346 kabupaten/kota dari 516 yang sedang menginisiasi dan berkomitmen mendapat predikat tersebut.
“Salah satu indikator dari 24 indikator yang harus dipenuhi kabupaten/kota layak ialah kawasan tanpa asap rokok,” ujar Lenny.
Untuk mengatasi masalah rokok, menurut Lenny, diperlukan peran dari berbagai pihak. KPPPA fokus pada aspek pencegahan agar tidak semakin banyak anak yang menjadi perokok pemula.
“Kampanye antirokok dimulai dari anak-anak. Mereka diharapkan dapat mengajak teman-teman atau menolak asap rokok di lingkungan keluarga dan sekolah. Gerakan bersama ini ditujukan untuk pemenuhan hak anak atas kesehatan sebagai salah satu upaya mewujudkan kabupaten/kota layak anak (KLA) menuju Indonesia layak anak 2030.
Sementara itu, Kepala Subdirektorat Penyakit Paru Kronis dan Gangguan Imunologi Kemenkes Theresia Sandra Diah menambahkan, paparan asap rokok pada perokok pasif hampir sama bahayanya dengan perokok aktif. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah daerah memberlakukan kawasan tanpa rokok (KTR).
“KTR bukan melarang orang me rokok, melainkan jangan di depan anak-anak,” terang Theresia.
Menurut Theresia, merokok pun dapat menjadi beban bagi pembiayaan kesehatan. Penyakit degeneratif seperti jantung, paru-paru, dan stroke dapat dipicu kebiasaan merokok. Semakin belia perokok kian meningkat potensi terkena penyakit degeneratif di usia muda. (X-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved