Headline
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan
NUGROHO, 48, bersyukur kini bisa aktif bekerja kembali. Ia baru saja menjalani operasi untuk mengatasi tremor alias getaran-getaran tak terkontrol di tangannya. "Awalnya getaran itu hanya timbul sesekali dan halus. Lama-kelamaan, setiap saya mau memakai tangan saya getaran itu selalu muncul dan makin lama makin kencang. Sangat mengganggu. Saya enggak bisa menulis, mau makan juga sulit," ujar wirausaha asal Jakarta Selatan itu. Ia sempat minum obat dari dokter dan tremornya mereda. Namun, selang beberapa bulan tremor itu datang lagi. Atas saran dokter, dia pun menjalani operasi deep brain stimulation (DBS).
"Tapinya saya enggak mau, soalnya operasi itu menanamkan alat kecil di otak saya. Ngeri sekali membayangkan kepala saya dibedah. Tapi dokter bilang itu pilihan terbaik. Akhirnya setelah berdiskusi panjang lebar, saya memantapkan hati menjalani operasi itu. Puji Tuhan hasilnya bagus," papar ayah dua anak itu. Setelah melalui periode penyesuaian, kini ia sudah bisa beraktivitas normal. "Saya enggak minder lagi. Menulis, tanda tangan, dan makan minum sudah lancar," imbuhnya. Tremor seperti yang dialami Nugroho kerap dikaitkan dengan parkinson. Padahal, tidak setiap tremor merupakan gejala parkinson. Seperti yang dialami Nugroho, tremor itu timbul di kedua tangannya manakala ia akan melakukan sesuatu menggunakan tangannya. Di luar itu, tangannya normal.
Menurut dokter spesialis saraf dari Siloam Hospitals Kebon Jeruk (SHKJ) Jakarta, Frandy Susatia, tremor seperti yang dialami Nugroho bukanlah gejala parkinson. "Itu disebutnya essential tremor (tremor esensial). Berbeda dengan parkinson. Pada parkinson getaran timbul hanya ketika tangan atau kaki sedang beristirahat. Ketika mau digerakkan, entah untuk mengambil sesuatu atau menulis, atau lainnya, getaran itu akan hilang. Pada tremor esensial, sebaliknya. Getaran justru timbul ketika tangan mau dipakai untuk menulis, makan, atau tujuan lain," papar dokter dari Parkinson’s and Movement Disorder Center SHKJ itu. Tremor esensial, lanjutnya, merupakan gangguan saraf. Gejala itu timbul akibat komunikasi yang abnormal di antara daerah otak tertentu. Termasuk otak kecil, talamus, dan batang otak. Getaran yang terjadi umumnya timbul di tangan dan kepala, tapi bisa juga menyerang anggota tubuh lain.
Tremor esensial delapan kali lebih sering terjadi daripada penyakit parkinson. Sampai saat ini tidak diketahui penyebab timbulnya gangguan itu. Namun, penelitian menunjukkan gangguan saraf pusat itu bersifat menurun. "Sekitar 50% anak-anak dari penderita akan mengalami gangguan ini juga," imbuh Frandy. Menurutnya, tremor esensial biasanya muncul setelah usia 40 tahun, tetapi bisa juga dimulai pada usia berapa pun. Gejala awal umumnya ringan. Seiring dengan waktu, getaran tak terkontrol yang timbul terus memburuk jika tidak ditangani dengan baik. "Tremor esensial memang tidak mematikan. Tapi jelas penyakit itu membuat kemampuan aktivitas penderita menjadi terbatas sehingga kualitas hidupnya berkurang," tegas Frandy.
Operasi DBS
Saat ini, tidak ada obat yang bisa menyembuhkan tremor esensial. Obat-obatan hanya mengurangi keparahan gejala. Pengurangan 50% dari tremor sudah dianggap baik. Namun, untuk mencapai tujuan itu kadang dibutuhkan waktu lama. "Pasien harus mencoba dua atau tiga jenis obat sebelum menemukan salah satu obat terbaik untuk mengurangi gejala tremor." ”Selain itu, setelah pemberian obat jangka panjang, obat dapat menjadi kurang efektif dan mempunyai efek samping," tambah Frandy. Ketika terapi obat-obatan gagal, lanjutnya, alternatif penanganan lainnya ialah suntikan botulinum toxin (botoks) ke dalam otot. Metode itu efektif, tetapi memerlukan pengulangan setelah beberapa bulan.
Alternatif terapi lainnya yang dinilai paling efektif ialah operasi DBS. Dokter spesialis bedah otak SHKJ, Made Agus M Inggas, menjelaskan operasi itu dilakukan dengan menanamkan elektrode (kawat halus) di tengah otak. Elektrode terhubung ke perangkat stimulasi yang mirip dengan alat pacu jantung. Alat itu ditanam di bawah kulit di bawah tulang selangka. "Cara kerjanya, perangkat stimulasi menghasilkan arus listrik yang kemudian dikirim ke elektrode yang ditanam di otak. Arus listrik itu akan 'mengganggu' komunikasi antarsel tremor di otak sehingga getaran tremor tidak terjadi," terang Made.
Pengurangan gejala tremor terjadi dalam hitungan detik setelah alat diaktifkan. Pengurangan tremor secara signifikan terjadi pada sekitar 80% dari orang-orang yang dengan prosedur ini. Setelah menjalani operasi DBS, umumnya terapi obat-obatan akan dikurangi secara bertahap. "Keuntungan utama dari prosedur ini, stimulasi dapat disesuaikan untuk mencapai efek yang optimal. Alat dapat diangkat lagi jika di masa mendatang ada jenis terapi yang lebih baru dan lebih baik," pungkasnya. (H-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved