Menjemput Asa Pemulihan Ekonomi di 2021

PANDEMI covid-19 telah membuat kondisi perekonomian berbagai negara menjadi luluh lantak. Kontraksi ekonomi terjadi besar-besaran melanda seluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia.

Bank Dunia belum lama memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada setahun penuh 2020 akan kontraksi -2,2%. Demikian juga Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) dan Dana Monter Internasional atau IMF yang memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran -2,2% hingga -1,5%.

Adapun pemerintah memiliki hitungan tersendiri, yakni -2,0% hingga 0,6%, dengan kemungkinan terbesar masih berada di area minus.

Namun, dari serangkaian prediksi suram 2020, harapan bermunculan akan kondisi lebih baik pada 2021. Apalagi kondisi terburuk dari krisis diyakini telah terlampaui. Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2020 berada di level -3,49%, yang berarti sudah menunjukkan perbaikan dari -5,32% pada triwulan II 2020.

Oleh karena itu, potret buram 2020 diproyeksikan positif pada tahun ini.

"Akan ada rebound di 2021, tapi ada beberapa hal yang mungkin terjadi. Kami menyarankan Indonesia tetap fokus pada penanganan kesehatan. Memberikan dukungan kepada rumah tangga dan usaha kecil. Lalu reformasi pajak dan kebijakan fiskal," kata Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia Ralph van Doorn.

Kebijakan yang tepat di bidang kesehatan dan ekonomi menjadi kunci utama bagi Indonesia untuk pulih dari dampak pandemi covid-19.

Tidak berbeda jauh, Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun 2021 akan berada di angka 4,5%. Pulihnya perekonomian di 2021 tidak terlepas dari peningkatan sektor konsumsi.

"Tahun 2021, konsumsi swasta diperkirakan akan pulih. Hal ini tidak terlepas dari penanganan pandemi yang cepat sehingga meningkatkan kepercayaan konsumen, serta ada dukungan berkelanjutan dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)," kata Country Economist ADB for Indonesia Emma Allen dalam acara ADB Indonesia Year-End 2020 Media Gathering.

IMF pun memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat hingga 6,1% di 2021.

Namun, Kepala Ekonom IMF Gita Gopinath menuturkan krisis ini masih jauh dari selesai. Dia melihat tingkat lapangan kerja masih jauh dari posisi sebelum pandemi dan pasar tenaga kerja menjadi lebih terpolarisasi dengan pekerja berpenghasilan rendah, kaum muda, dan wanita yang paling terpukul.

"Ini adalah krisis terburuk sejak depresi hebat, dan diperlukan inovasi yang signifikan di bidang kebijakan, baik di tingkat nasional maupun internasional untuk pulih dari bencana ini," ujar Gita.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan perekonomian tahun 2021 akan dijalankan secara optimistis, tetapi tetap memperhatikan permasalahan pandemi covid-19. Pemerintah memiliki target pertumbuhan ekonomi 4%-5,5% di 2021.

"Untuk 2021, pemerintah memiliki pandangan yang lebih optimistis, tapi tetap berhati-hati. Memang ekonomi diperkirakan tumbuh sekitar 5%, tapi itu tergantung penanganan covid-19 dan kemampuan memulihkan ekonomi," kata Sri Mulyani.

Kebijakan untuk menstimulus ekonomi dan memompa konsumsi pun telah digelontorkan sejak Maret 2020 melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

 

Pemulihan daya beli

Dalam APBN 2021 pemerintah mengalokasikan anggaran program PEN sebesar Rp372,3 triliun yang disediakan untuk enam klaster prioritas, meliputi kesehatan Rp25,40 triliun, perlindungan sosial Rp110,2 triliun, sektroal kementerian/lembaga dan pemda Rp152,4 triliun, dukungan kepada UMKM Rp48,8 triliun, pembiayaan koorporasi Rp14,9 triliun, dan insentif usaha Rp20,40 triliun.

Tugas utama dalam agenda pemulihan ekonomi itu ialah untuk mendorong daya beli masyarkat, meningkatkan investasi, dan memulihkan kinerja perdagangan nasional.

Pemerintah optimistis dengan tetap digulirkannya progam perlindungan sosial dapat menjaga dan meningkatkan konsumsi rumah tangga yang pada 2020 mengalami penurunan tajam.

"Konsumsi rumah tangga akan meningkat, khususnya kelompok menengah yang memberikan kontribusi 78% terhadap konsumsi," jelas Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir kepada Media Indonesia.

Ekonom dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky menilai gelontoran bantuan sosial memang mutlak dilakukan. Sejatinya bantuan sosial yang diberikan pemerintah merupakan beban besar dalam APBN. Kendati demikian, itu perlu dilakukan agar masyarakat dapat bertahan dan turut berkontribusi pada pemulihan ekonomi nasional nantinya.

Sektor UMKM, misalnya, bila dibiarkan kolaps, akan menyulitkan perekonomian untuk tumbuh saat fase pemulihan ekonomi terjadi.

Selain dari konsumsi, pertumbuhan juga diharapkan berasal dari masuknya investasi ke Indonesia. Kehadiran UU Cipta Kerja diharapkan memberi keyakinan investor untuk menggelontorkan dananya ke Indonesia.

JP Morgan percaya bahwa disahkannya Omnibus Law Cipta Kerja menjadi titik awal reformasi kebijakan terbesar yang pernah dilakukan Indonesia sejak 1998.

"Adanya undang-undang ini untuk meningkatkan penanaman modal asing (FDI) dan mengubah Indonesia menjadi pusat manufaktur/teknologi berikutnya di Asia, yaitu terkait pembangunan electric vehicles (EV)/baterai/ penyimpanan data cloud (awan)," kata Head of ASEAN Research JP Morgan Ajay Mirchandani.

Dengan berfungsinya dua mesin pertumbuhan, yakni daya beli dan investasi, diharapkan asa menjemput pemulihan ekonomi dapat berjalan dengan baik. (Mir/E-1)