Headline
Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.
SEJUMLAH kebijakan yang diterbitkan pemerintah terkait dengan bidang properti belakangan ini dipercaya mampu membuat harga properti terkoreksi. Kebijakan tersebut antara lain pemangkasan perizinan, tarif pajak penghasilan (PPh) final, dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Namun, sejumlah kebijakan yang telah diterbitkan pada penerapannya terkendala karena belum ada petunjuk teknis pelaksanaan. Sekretaris Jenderal Realestat Indonesia (REI) Hari Raharta mengakui kebijakan tersebut membuka kesempatan terjadi koreksi harga jual properti, khususnya rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. "Kita sebenarnya lebih senang jualan kalau murah karena pembelinya lebih banyak. Sekarang harga jual properti mahal karena prosesnya yang mahal dan dibebankan ke harga jual," ujarnya.
Hal yang sama diakui Ketua DPD REI Banten Soelaeman Soemawinata. Namun, kata Eman, panggilan akrab Soelaeman Soemawinata, pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat sangat bergantung pada peraturan daerah (perda). "Sekarang seharusnya diusahakan agar aturan pusat dapat segera diterapkan di dalam perda," ujarnya. Sebagaimana yang terjadi di Banten saat ini, menurut Eman, praktik masih berpatokan pada perda yang ada.Di sisi lain, Hari menjelaskan dalam menurunkan harga rumah yang paling menentukan ialah harga tanah. "Kalau harga tanah tidak terkontrol, kita bisa menjual dengan harga tetap dan tidak naik saja sudah bagus. Sudah lama kita usulkan agar ada kepedulian dari pemerintah terkait dengan ketersediaan tanah untuk permukiman." Ia mengharapkan pemerintah segera membentuk bank tanah atau menetapkan kawasan siap bangun. Selain itu, pemerintah harus mematok suatu lokasi sebagai kawasan untuk pembangunan rumah murah sehingga harga tanahnya tidak tergerek naik. "Lokasi tersebut harga tanahnya harus dipatok jangan dinaikkan NJOP-nya. Spekulan juga tidak akan masuk ke lokasi tersebut," urainya. Selain itu, Hari mengharapkan bunga bank baik itu untuk KPR maupun kredit konstruksi untuk pengembang dapat turun sehingga lebih mendekati keterjangkauan daya beli.
Tidak mudah
Direktur Housing Urban Development Zulfi Syarif Koto mengatakan upaya untuk menurunkan harga rumah tidak mudah meskipun pemerintah sudah melakukan beberapa upaya intervensi. "Intervensi pemerintah melalui Inpres Nomor 3 Tahun 2016 memang mungkin akan signifikan mengurangi biaya produksi rumah. Tapi masih belum terbukti dapat menurunkan harga rumah selama pemerintah belum bisa mengontrol harga tanah," ujarnya. Komponen pembentuk harga rumah yang utama ialah harga tanah dan biaya administrasi pertanahan, kemudian material konstruksi rumah, biaya pembangunan prasarana dan sarana utilitas (PSU), biaya perizinan, dan upah buruh yang bekerja membangun rumah. "Dengan adanya inpres tersebut, mungkin biaya administrasi pertanahan bisa turun, tapi tidak signifikan berpengaruh terhadap harga tanah." Bantuan pemerintah berupa alokasi anggaran untuk pembangunan PSU sebesar Rp6 juta/rumah relatif kecil dan tidak bisa dianggap dapat menurunkan harga rumah sebesar Rp6 juta/rumah. "Bantuan itu kan diberikan dengan persyaratan administratif yang ketat. Belum lagi ada faktor-faktor lain. Ditambah pengembang juga memiliki kewajiban membangun ruang terbuka hijau." (S-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved