Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
PERUM Bulog diminta untuk fokus mengurusi komoditas beras ketimbang ikut menjadi pengimpor bawang putih. Tidak ada alasan penugasan kepada Bulog untuk menyediakannya lewat jalur impor tanpa pengenaan syarat wajib tanam.
“Bulog sebaiknya tidak usah ikut-ikutan, baik itu dalam impor bawang putih, kedelai, atau lain-lain. Fokus saja ke beras,” ujar Ketua Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Didiek J Rachbini kepada wartawan di Jakarta, Selasa (16/4).
Impor bawang putih oleh Bulog pun tidak perlu dilanjutkan karena kapasitas Bulog yang saat ini dipandangnya semakin lemah. Didiek juga meragukan kapabilitas keuangan Bulog untuk melangsungkan agenda itu.
Pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas, berpendapat impor bawang putih mesti tetap dilakukan segera karena impor terakhir terjadi pada Desember 2018 dengan volume yang hanya di kisaran 130 ribu ton. “Sedangkan kebutuhan bawang putih nasional tiap bulannya sekitar Rp48 ribu ton.
Artinya apa? Masih cukup? Saya bilangin, kalau tidak ada impor, harga pasti melonjak nanti,” ucap Dwi via telepon dari Selandia Baru.
Ia pun mempertanyakan klaim Kementerian Pertanian yang menyatakan masih tersedianya stok bawang putih untuk 3 bulan ke depan.
Impor terakhir di bulan Desember lalu pun hanya cukup untuk pemenuh-an kurang dari 3 bulan. Memasuki April, seharusnya stok bawang putih sudah sangat minim. “Masalahnya di perencanaan. Kenapa RIPH-nya lama sekali. Mengimpor bawang putih kan juga tidak bisa langsung membalikkan telapak tangan,” kata Guru Besar IPB itu.
Sebelumnya, Dirjen Hortikultura Kementan, Suwandi, bahkan mengatakan stok bawang putih bisa cukup untuk tiga bulan ke depan. “Tidak ada gagal panel, produksi berlebih bahkan sampai Lebaran kita hitung.” (E-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved