Headline

Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.

Pertumbuhan Ekonomi saja tidak Cukup

Tesa Oktiana Surbakti
21/11/2017 10:05
Pertumbuhan Ekonomi saja tidak Cukup
(Kapolri Jenderal Tito Karnavian bersama Dirut BEI Tito Sulistio (kanan) dan Dirut KSEI Friderica Widyasari membuka perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (20/11)---MI/M Irfan)

INDONESIA tidak hanya perlu menjaga pertumbuhan ekonomi di atas 5%, tetapi juga memastikan adanya stabilitas politik dan keamanan untuk menja­di negara dominan (major po­wer). Pasalnya, pertarungan un­tuk mencapai posisi negara dominan saat ini tidak lagi me­ngedepankan kekuatan mi­­­­liter.

“Bukan lagi pertarungan mi­­liter. Pertarungan kita seka­rang kalau ingin survive, harus menjadi negara dominan. Per­­tanyaannya, apakah kita ada potensi (ke sana)? Tentu sa­ja (ada),” ungkap Kepala Ke­polisian Negara Republik Indonesia Tito Karnavian dalam sharing session yang di-selenggarakan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) di Jakarta, kemarin (Senin, 20/11).

Optimisme tersebut, sambung Tito, mengacu pada ke­kuatan Indonesia yang terma­suk Kelompok 20 Ekonomi Utama (G-20). Pada 2035 eko­nomi Indonesia bahkan dira­mal­kan bakal berada pada urutan lima besar dunia setelah Amerika Serikat, Jepang, Tiongkok, dan India.

Tito berpendapat upaya pe­merintah mencapai target itu sudah berada pada jalur yang benar. Apalagi Indonesia memiliki populasi penduduk besar sebagai modal tenaga kerja, potensi sumber daya alam, ju­ga wilayah yang luas untuk mengakomodasi in­dustri.

“Dengan prestasi yang sudah dicapai sejauh ini, Indonesia sudah on the right track. Apalagi belum lama ini ada pujian dari Presiden AS Do­nald Trump yang menyebutkan ekonomi Indonesia sudah bangkit. Ini artinya, kita harus optimistis Indonesia memiliki prospek yang luar biasa sebagai negara dominan,” imbuhnya.

Terlebih di tengah gejolak ekonomi global, menurut dia, kawasan ASEAN disebut seba­gai wilayah yang prospektif untuk berinvestasi.

Meski ada dinamika internal di kalangan negara ASEAN seperti terorisme di Indonesia dan Malaysia, juga kasus etnik Rohingya di Myanmar, sejauh ini belum ada ledakan konflik kawasan. Hal itu menjadikan ASEAN ­sebagai lahan berinves­tasi yang aman.

“Adanya (organisasi geopolitik dan ekonomi) ASEAN membuat wilayah ini aman untuk tempat berinvestasi. ASEAN merupakan lahan promising (yang menjanjikan) bagi investor,” pungkas Tito.

Sekitar 5,1%
Pada kesempatan sama, Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Bisnis UGM, A Tony Prasetiantono, menyampaikan berdasarkan rekam jejak pertumbuhan ekonomi dari kuartal I sampai III 2017 yang hanya berkisar 5,01%-5,06%, pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan pada tahun ini diperkirakan hanya 5,1%.

“Menurut saya, target pertumbuhan ekonomi 5,2% bakal meleset. Dengan pertumbuhan ekonomi dari kuartal I sampai III yang ada di bawah 5,1%, setidaknya kuartal IV harus bi­sa mencapai 5,4% agar overall (secara keseluruhan) pertumbuhan 5,2%. Nah itu kan agak susah,” ujar Tony.

Kendati demikian, Tony opti­mistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018 mendatang relatif lebih baik pada kisaran 5,3%. Pemicunya tidak lain ialah harga komoditas yang membaik dan harga mi­nyak dunia yang sudah berada di atas US$53 per barel.

Sementara itu, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan suku bunga acuan sebesar 4,25% saat ini sudah cukup rendah.

“Bank Indonesia sudah me­nurunkan bunga delapan kali sejak Januari 2016 di tengah Federal Reserve (bank sentral AS) menaikkan bunga sudah tiga kali. Suku bunga itu kami percaya sudah cukup untuk men­do­rong investasi,” pungkas Mirza. (Ant/E-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya