Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
TENUN merupakan kekayaan tradisional Indonesia. Tak ada yang meragukan itu. Tenun tak hanya kaya dengan nilai keindahan, tenun juga kaya nilai fi losofi . Itu pun bukan perkara baru. Namun, pertanyaannya ialah mampukah tenun memberikan nilai ekonomi sebagai sumber penghidupan masyarakat. Itu baru hal baru. Pameran bertajuk Cerita Tenun Tangan bertemakan Weaving for Life berlangsung pada 15-20 Maret 2016 di Bentara Budaya Jakarta. Setidaknya, terdapat enam daerah yang berturut karya tenun dalam pameran ini. Dari Provinsi Nusa Tenggara Timur, yakni Molo, Amanatun, dan Amanuban yang terkenal dengan sebutan tiga Batu Tungku di Timor Tengah Selatan (TTS), serta Biboki dari Timor Tengah Utara (TTU). Selain itu, masih ada dari DI Yogyakarta, yakni Moyudan dan Krapyak. Bukan rahasia lagi kalau Indonesia memiliki lebih dari 17 ribu pulau. Bayangkan jika semua pulau tersebut didiami manusia. Jika semua menghasilkan tenunan, akan ada lebih dari 17 ribu varian tenun di Indonesia. Luar biasa banyaknya. Indonesia sangat kaya dengan hasil tenun. Inilah yang membuat Indonesia menjadi istimewa. Setidaknya itu yang disampaikan pengunjung pameran asal Jerman, Marianne Hendarta. Menurutnya, para penenun ialah orang-orang spesial yang masih mau mempertahankan tradisi di tengah cepatnya arus globalisasi. “Walau hidup terus berlanjut, tapi seni tradisional harus tetap ada dan itu sesuatu yang spesial dari Indonesia. It’s a gift. Kalau tenun sampai mati, Indonesia jadi tidak istimewa,” tegasnya.
Sebagai salah satu kerajinan, tiap-tiap tenun memiliki ciri khas dengan warna dan motif. Biasanya motif melambangkan sesuatu yang menjadi simbol atau cerita dari daerah tenun itu berasal. Melalui kain tenun juga bisa dilihat secara sederhana, tenun bisa dipakai untuk menandai pola sosial manusia. Misalnya, tenun asal Biboki, tenun pada zaman dahulu yang dipakai saat menyambut para kesatria yang berpulang dari medan perang. Penggerak ekonomi Tenun telah mengalami perubahan makna seiring perubahan zaman. Di Biboki, tak banyak generasi muda yang mengenal dan memahami tenun sebagai tradisi budaya turun-temurun. Berbeda dengan penenun generasi tua yang memahami tenun secara utuh dan menguasai tekniknya. Tak hanya itu, penenun generasi tua Biboki memiliki kesadaran bagaimana memelihara alam agar mereka bisa terus menenun. Mereka berupaya melindungi tanaman pewarna di hutan. Mereka memahami tenun memiliki nilai seni, religius, dan sosial. “Generasi muda agak sedikit alergi dengan tenun. Bahkan, tradisi menenun hanya sampai di nenek mereka. Jarang sekali orang tua mereka yang masih menenun,” papar Yovita Meta Bastian, perintis tenun dari Desa Biboki, Kefamenanu, Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur. Berangkat dari keprihatinan tersebut, Yofita berjuang untuk tenun melalui Yayasan Tafean Pah. Awlanya hanya delapan penenun, tetapi kini telah berkembang pesat menjadi 1.779 keluarga. Kini tenun telah menjadi penggerak ekonomi Desa Biboki.
“Tenun telah menggerakkan ekonomi masyarakat kami. Saat ini kami bersama masyarakat Biboki mengajarkan kembali keterampilan menenun kepada anak-anak sekolah dan mengenalkan arti tenun bagi masyarakat Biboki. Dari hasil menenun, anak-anak mendapatkan beasiswa untuk meneruskan sekolahnya,” papar Yovita Meta Bastian.
Senada dengan cerita tenun di NTT, penenun di Yogyakarta juga menghimpun diri dalam Perhimpunan Lawe. Setidaknya, tenun menjadi sumber penghidupan masyarakat. Mereka tidak perlu lagi menambang pasir di Sungai Progo. Para penenun membuat tenun warna atau rainbow stagen. Kain panjang ini dulunya digunakan sebagai penahan jarik agar tidak melorot. Seorang penenun asal Moyudan, Yogyakarta, ialah Jimah. Ia menjadi menenun rainbow stagen. “Awalnya saya bingung ketika menenun stagen dengan banyak warna. Karena saya terbiasa menenun dengan warna polos, dan sekarang harus menenun dengan banyak warna. Saya membutuhkan waktu sekitar satu minggu untuk mempelajarinya karena menggunakan rumus tersendiri,” tutur Jimah. Kerja keras Jimah menuai hasil. Rainbow stagen mampu meningkatkan pendapatannya. Saat membuat stagen dengan satu warna, Jimah mendapat pendapatan kotor sebesar 15-20 per dobel. Dobel adalah satuan panjang stagen dengan panjang sekitar 9-10 meter. Dengan memproduksi rainbow stagen, pendapatan Jimah berlipat. Jimat mendapat keuntungan bersih rainbow
stagen 25-35 ribu. Tenun stagen sederhana menjadi penuh warna, menjadi momentum gerakan Tenun untuk Kehidupan (Weaving for Life). Harapannya, gerakan ini bisa melindungi hasil karya dan melestarikan tenun Indonesia (M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved