Headline

Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.

Fokus

Perluasan areal preservasi diikuti dengan keharusan bagi setiap pemegang hak untuk melepaskan hak atas tanah mereka.

Seperti Riak Air, Ciptakan Perempuan Berdaya

(*/M-4)
12/8/2018 03:40
Seperti Riak Air, Ciptakan Perempuan Berdaya
(MI/FATHURROZAK)

SEJUMLAH perempuan berkerumun di sebuah rumah di Kelurahan Tanah Baru, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (1/8) siang, sekitar pukul 13.00 WIB. Lembar-lembar koran berserak di antara kaki mereka. Sembari bercengkerama, mereka menyulap lembar demi lembar koran itu menjadi lipatan kecil dan teranyam rapi. Hari itu, mereka tengah sibuk mengerjakan pesanan buku catatan (notebook) dari buyer di Boston, Amerika Serikat.

Hingga awal Agustus, baru 150 item yang sudah dikerjakan, separuh jumlah dari seluruhnya yang dipesan. Ada yang mendapati bagian melipat, melinting, kemudian menganyam lipatan tadi di atas kover buku.  Ibu-ibu dari RT 3 RW 2, Sindangsari itu, tergabung dalam Salam Rancage, wirausaha bisnis berbasis sosial yang sudah mulai sejak 2012.

Aling Nur Naluri merupakan perempuan di balik ketahanan bisnis sosial itu. Ia memulai dari bank sampah di Sekolah Alam Bogor, pada 2009. Berangkat dari observasi dan risetnya, pada 2012, ia melempar ide bisnisnya ke masyarakat. Tahun pertamanya dihabiskan perempuan lulusan IPB itu untuk riset.

“Waktu itu kita survei dulu. Punya masalah apa, bagaimana kondisinya, kemudian mendapati dua masalah besar, yaitu kemiskinan dan lingkungan. Kebiasaan buang sampah ke sungai masih cukup besar. Kita pikir, bisa ngapain ya, biar dua masalah ini selesai,” kenang Aling.

Ia pun mencetuskan bisnis yang bisa mendaur ulang sekaligus melibatkan perempuan. Di tahun pertamanya, Aling hanya berhasil menggaet enam ibu. Kini, memasuki tahun keenam, Salam Rancage berhasil menggaet lebih dari 90 perempuan.
“Seperti tetesan air, yang memunculkan riak pertama, kemudian riak kedua. Ketika orang berhasil, orang melihat hidup lebih baik, bukan cuma secara ekonomi, melainkan juga secara karakter. Itu yang mereka lihat. Masyarakat butuh model dan kepercayaan,” lanjut Aling.

Perbesar ekspor
Produk Salam Rancage kebanyakan dipesan dalam jumlah besar dari korporasi sebagai suvenir atau hadiah. Selain itu, hunian seperti apartemen juga menjadi salah satu pasar yang digarap.  Kini, Aling bersama tim manajemennya yang berjumlah delapan orang tengah berupaya mengoptimalkan pasar ekspor. Proporsi pasarnya, 90% masih di domestik dan 10% di pasar ekspor.

Meski masih dalam skala minim, pasar ekspor mampu mendongkrak nilai jual produk karena sudah makin teruji kualitasnya dengan ketatnya regulasi. Sebanyak 300 buku catatan yang akan diekspor ke Boston menjadi proyek terdekat Salam Rancage.
“Di sana, konon notebook merupakan salah satu penanda kelas sosial masyarakat. Pasarannya, notebook termahal berada di angka US$20, dan kami sudah melampaui angka itu,” beber  Aling sudah merintis pasar ekspor sejak tiga tahun silam.

Salam Rancage pun berupaya di tiap kelompok pengrajin ada sosok yang jadi penggerak. Atmah salah satunya. Ketua kelompok perempuan pengrajin di RT 03 RW 02 Sindangsari, Kelurahan Tanah Baru, Bogor itu bergabung sejak 2013 karena ajakan temannya.
“Mungkin kalau dilihat hasilnya kecil per satuannya, tapi kalau udah kita kumpulin kan, sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit,” cerita Atmah yang membawahi sekitar 30 perempuan di kelompoknya. “Kalau sudah nganyam, kita mah, jadi kecanduan, lupa sama yang lainnya,” kelakar Atmah. (*/M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya