Headline
Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.
Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.
Perluasan areal preservasi diikuti dengan keharusan bagi setiap pemegang hak untuk melepaskan hak atas tanah mereka.
KUTIPAN pemimpin besar dari Mongolia yang pernah menguasai hampir seluruh muka bumi, Genghis Khan, tertera di salah satu lapak souvenir pedagang kaki lima di tepi jalan alun-alun Kota Ordos, provinsi Inner, Mongolia, Tiongkok.
Di seberang alun-alun, berdiri lima patung bertemakan Genghis Khan. Salah satunya berbentuk Khan sedang menunggangi kuda, seperti julukannya yaitu 'pria yang menaklukkan dunia dari atas pelana kuda'.
Kekaisaran Mongolia yang ia pimpin memang tercatat pernah menjadi yang terluas dalam sejarah manusia. Saat kematiannya pada 18 Agustus 1227, wilayah kekuasaannya ditaksir seluas 13,5 juta kilometer persegi.
Berbatasan langsung dengan negara Mongolia, Inner Mongolia berada di dalam wilayah Tiongkok. Ibaratnya seperti Papua yang masuk dalam wilayah Indonesia dan Papua Nugini yang merupakan negara tersendiri.
Akhir April lalu, saya melakukan perjalanan darat membelah tiga provinsi besar di Tiongkok utara, yakni Inner Mongolia, Ningxia, dan Ganshu. Bermula dari kota Ordos di Inner Mongolia menuju Zhangye di barat hingga kembali ke Ordos melalui Yinchuan. Total jarak yang ditempuh sekitar 2.342 km atau kurang lebih 3 kali Jakarta-Surabaya.
Bak terbakar pesan Ganghis Khan tersebut, saya memberanikan diri untuk menempuh perjalanan yang sebagian besar melintasi gurun, yang juga pernah menjadi jalur perdagangan paling terkenal di dunia, Jalur Sutra, menggunakan moda darat memakai kendaraan sewaan.
Ordos-Yanchi
Ordos merupakan kota yang baru dibangun pemerintah Tiongkok demi pemerataan pembangunan. Jalan raya yang mulus dan lebar, bangunan apartemen serta berbagai fasilitas publik telah tersedia di kota ini. Bahkan, gurun pasir pun disulap menjadi padang rumput.
Sayangnya, warga enggan berpindah ke Ordos, karena lokasinya sangat jauh dan cuacanya cenderung tidak stabil.
"Padahal, pemerintah telah membangun kota ini dengan biaya sekitar 5 miliar yuan," terang Amel, pemandu lokal dari Grand China Travel yang mendampingi saya. Saking banyaknya apartemen tak berpenghuni, Ordos pun dijuluki 'Kota Hantu'.
Dari Ordos, perjalanan ke arah barat menuju provinsi Ningxia dengan jarak sekitar 400 km. Di Ningxia, tujuan awal yakni kota Yanchi. Langit telah gelap ketika saya tiba di Yanchi. Gemerlap lampu di gerbang kota, Yanchi Great Wall Fortress, menambah syahdu suasana malam.
Yanchi-Zhongwei-Wuwei
Suhu berkisar 13 derajat celcius saat pagi hari di Yanchi. Tujuan saya pagi itu ialah Yanchi Great Wall yang letaknya tak jauh dari penginapan. Tembok tinggi ini telah berdiri sejak 600 tahun lalu pada era Dinasti Ming. Menurut Amel, tembok yang berdiri di tepi sungai ini dahulu berfungsi sebagai pertahanan kota dari serangan bangsa Mongol.
Dari situ, saya beranjak menuju Zhongwei. Seperti hari sebelumnya, pemandangan selama perjalanan didominasi gurun pasir nan gersang. Namun, di sisi kanan jalur menuju Zhongwei, tanpak ikon Tiongkok yang mendunia, Tembok Besar, yang menyambung hingga ke Beijing. Konon, total panjangnya hingga 10.000 km!
Di Zhongwei, saya hanya bersantap siang dan beristirahat di masjid setempat. Perjalanan berlanjut menuju Wuwei yang sudah berada di provinsi ke-3, provinsi Ganshu. Hari kembali gelap ketika saya tiba di Wuwei dan saya pun segera beristirahat.
Wuwei-Zhangye-Wuwei
Suasana pagi di Wuwei cukup ramai. Warga tampak berkumpul dan bersenam di taman kota. Meskipun dikelilingi gurun, Wuwei merupakan kota kedua terpadat di wilayah Tiongkok barat setelah Xi An. Hal itu lantaran strategisnya posisi Wuwei. Sejak era perdagangan via jalur sutra hingga kini, tiap orang yang bepergian dari barat ke timur atau sebaliknya, pasti akan melewati Wuwei.
"Dahulu, di Wuwei ini tempat orang berganti kendaraan. Misal dari timur ke barat, mesti berganti kendaraan dari kuda menjadi unta, karena wilayah timur berupa padang gurun dan barat berupa gurun pasir," jelas Amel yang juga fasih berbahasa Indonesia semenjak kursus di Beijing University.
Puas menikmati suasana kota, saya lantas bergegas ke Zhangye yang berjarak 450 km dari Wuwei. Tujuan saya satu, melihat langsung keberadaan The Rainbow Mountain di Zhangye Danxia National Geological Park.
Takjub! Jika biasanya saya melihat gunung berwarna kehijauan, atau bertudung putih es, kali ini saya menyaksikan deretan gunung yang berwarna-warni. The Rainbow Mountain terdiri dari warna merah, biru, hijau zamrud, cokelat, dan kuning. Warna-warni tersebut berasal dari batuan pasir merah dan mineral yang terbentuk sejak periode kapur, tepatnya 24 juta tahun lalu.
Hujan dan angin yang menerpa daerah tersebut selama kurun waktu itu juga ikut andil dalam membentuk ceruk, lembah, dan pola warna The Rainbow Mountain. Keindahannya membuat taman nasional seluas 200 mil persegi ini didaulat sebagai warisan dunia oleh UNESCO pada 2009.
Kini, Rainbow Mountain juga menjadi tujuan wisata andalan di sisi barat laut Tiongkok. Bahkan, wisatawan muslim kini berbondong-bondong mendatangi lokasi itu karena Alquran dalam Surah Al Fathir ayat 27 juga menyinggung keberadaan gunung pelangi di muka bumi. Sayang, saya hanya punya waktu beberapa jam di sana karena harus kembali ke Wuwei sebelum petang menjadi malam.
Wuwei-Zhongwei-Yinchuan
Setelah Wuwei, destinasi berikut yang saya sambangi ialah Zhongwei. Di situ, saya mengunjungi objek wisata di sekitar Sungai Huang He atau Sungai Kuning.
Shapatou Yellow River Glass Skywalk dan Yellow River Tower merupakan dua objek wisata yang terkait langsung dengan sungai terpanjang ke-3 di Asia ini.
Pengunjung dapat merasakan sensasi berjalan di atas jembatan kaca di Shapataou Yellow River Glass Skywalk. Sementara itu, di Yellow River Tower, ada museum khusus membahas sungai yang membelah tujuh provinsi di Tiongkok ini.
Yinchuan ialah tujuan saya selanjutnya. Namun, di tengah perjalanan, saya sempatkan menyinggahi Wuzhong Muslim New Village. Kompleks permukiman muslim dari suku Hui itu dibangun pemerintah Tiongkok pada 2007. Bangunan khas muslim dengan warna hijau dan ornamen bahasa arab menghiasi rumah-rumah penduduk lokal.
Saya juga mampir ke China Hui Culture Park. Sayang, hari sudah terlalu larut malam ketika tiba di museum dan masjid yang bentuk luarnya menyerupai Taj Mahal di India ini. Lampu-lampu pun telah dimatikan. Setelah memotret sebentar dari kejauhan, perjalanan pun dilanjutkan menuju Yinchuan.
Yinchuan-Ordos
Di Yinchuan yang juga Ibukota Provinsi Ningxia, saya bergeser sekitar 35 km ke arah barat untuk melihat industri perfilman Tiongkok dari dekat, yakni dengan mengunjungi Zhenbeibu Western Film Studio. Menurut Amel, sedikitnya sudah 200 film lebih pernah syuting di studio luar ruang ini.
Di bagian depan studio terdapat tembok besar peninggalan Dinasti Ming dan Dinasti Qing ketika melawan suku-suku dari utara. Sejak 1980-an, lokasi ini mulai digunakan untuk syuting film. Berbagai setting kehidupan Tiongkok zaman dahulu pun ada di studio film ini, seperti suasana pasar hingga permukiman penduduk.
Setelah beristirahat selama 2 malam di Yinchuan, esok harinya saya bertolak kembali ke Ordos. Di Ordos, saya bermalam di hotel yang menyerupai Ger, atau bangunan khas orang Mongol.
Ger berbentuk lingkaran dengan tiang dari anyaman kayu. Tiang ini diselimuti kain felt atau wol bulu kambing. Bagian atap ger memiliki hiasan yang disebut 'mahkota'.
Kain penutup di bagian atap ger dapat dibuka atau ditutup untuk mengatur sirkulasi udara. Saat felt sepenuhnya menutup, kondisi dalam ger akan sangat hangat. Karena itulah, Ger juga mampu melindungi orang Mongol dari ganasnya musim dingin.
Di Ordos, salah satu spot wajib bagi pelancong ialah Whistling Dune Bay, di Gurun Kubuqi. "Walau sekilas padang pasirnya terlihat tidak berbeda dengan padang pasir lain, namun jika kita menutup mata di gurun pasir ini, kita akan mendengar suara," jelas Amel.
"Mungkin seperti pasir berbisik di Bromo," sahut saya menanggapi Amel. Perbedaan lainnya, berbagai wahana hiburan tersedia di tengah gurun ini, mulai dari cable car, flying fox, atv, mobil double gardan, sepeda gurun, hingga sensasi menaiki unta di tengah gurun.
Entah mengapa, bisikan angin di gurun pasir tersebut membuat saya tetiba rindu Tanah Air. Gurun Kubuqi telah menggenapi perjalanan saya menyusuri ribuan kilometer 'jalur sutra'. Kini, saya siap pulang ke rumah. (M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved