Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
MOTIF batik parang dan udang bukanlah paduan umum di sebuah busana, apalagi untuk gaun malam. Namun, paduan itulah yang ditampilkan Agnes Budhisurya di koleksi terbarunya. Hasilnya bukan saja unik, melainkan juga tetap mewah dalam nuansa warna hitam dan keemasan.
Di Galeri Mitra Hadiprana Jakarta, Senin(16/4), sesuai dengan tampilannya, koleksi bari itu diberi tajuk Ratu Udang. Agnes yang terkenal dengan lukisan cat air tetap menggunakan teknik tersebut di atas material yang ia pilih. Kali ini tidak hanya sutra, yang memang dominan di koleksinya selama ini, tetapi Agnes juga menggunakan material tenun dari Sumba, Nusa Tenggara Timur.
Harmonisasi dilakukan Agnes menggunakan sapuan lukisan pada garis jahit penyatu kedua bahan tersebut. "Sapuan cat itu menjadi solusi untuk menyelaraskan warna yang berbeda juga karakter bahan berbeda. Dengan melukis saya juga bisa bermain warna sesuai dengan permintaan pemesan, semisal oh ibu-ibu berusia itu ingin bagian tubuh tertentu disamarkan, ya tinggal bubuhkan warna gelap," tutur desainer berusia 73 itu kepada Media Indonesia.
Meski menggunakan paduan motif yang tidak biasa, Agnes mengaku tidak ada tema khusus yang melatari koleksi itu. Inspirasi memang selalu berasal dari lingkungan sekitar, khususnya bunga, karena itu representasi kecantikan perempuan menurut saya. Ada juga beberapa fauna, seperti kupu-kupu, burung, juga yang berasal dari motif batik.
Dari deretan busana yang ditampilkan memang terdapat pula gaun-gaun koktail dengan lukisan bunga. Ada juga gaun malam dengan lukisan naga yang eksotis.
Pada salah satu gaun panjang berwarna perak kebiruan, naga seolah meliuk di tubuh sang peragawati. Ekornya memanjang sampai ke bahu, sementara kepalanya bertengger di bagian perut.
Untuk garis potong busana, selain gaun-gaun yang memeluk tubuh, Agnes tetap banyak mengeluarkan potongan longgar. Hal itu dipilih guna mengakomodasi berbagai bentuk tubuh pemakai.
Tidak mengherankan pula klien desainer asal Jember, Jawa Timur ini datang dari usia 30 tahun-80 tahun. Pada beberapa koleksi, kesan kekinian juga muncul dengan penggunaan teknik cetak digital.
Untuk mengakali bisa terlihat kecil dengan baju potongan besar, ia menggunakan permainan warna cat air. Bordir dengan motif barong yang kemudian disapukan dengan cat air juga menjadi salah satu koleksi apik darinya.
Kecelakaan lukis
Meski kepiawaian teknik lukis busananya sudah diakui, Agnes mengaku sesungguhnya tidak memiliki dasar dalam bidang mode maupun menjahit. Kiprahnya di industri tata busana juga disebabkan dulu sang ibu kerap menyuruhnya membuat baju sendiri.
Agnes mengungkapkan pada awalnya ia lebih akrab dengan bordir. Setelah bordir pesanan tidak memuaskannya, Agnes mulai mengarahkan penjahitnya untuk membordir. Setelah itu, karena menginginkan adanya gradasi warna, ia mulai menyapukan cat warna. Hal ini dilakukan lantaran ia merasa sulit menciptakan gradasi warna jika menggunakan benang.
Perjalanan melukis di atas kain tidak selalu mulus. Tidak jarang hasil pewarnaan pada serat kain menjadi luber. Ini terjadi lantaran beberapa karakter serat kain tidak rapat. Akan tetapi, kecelakaan seperti itu justru memberi ia inspirasi dalam menciptakan motif baru.
"Kadang hasilnya justru lebih bagus daripada kecelakaan melukis itu. Untuk pengerjaan bisa satu hari selesai, bisa juga satu minggu, karena melukis itu bergantung pada mood saya. Biasanya saya pakaikan di kain lalu mulai saya lukis," pungkas perempuan yang pernah mempresentasikan koleksinya di Washington, Amerika Serikat, serta Tokyo, Jepang, itu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved