Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Agama untuk Mencerahkan

Nasaruddin Umar Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
10/5/2020 06:10
Agama untuk Mencerahkan
Nasaruddin Umar Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta(Seno)

SEMUA agama hadir untuk mencerahkan. Jika agama hadir sebaliknya, menimbulkan keresahan, menurunkan martabat, dan kemerdekaan masyarakat dalam berekspresi dan berkreasi, pasti ada yang salah di situ. Mungkin kedangkalan pemahaman tokoh agamanya atau ada kepentingan subjektif yang menggunakan agama sebagai kekuatan daya dukung.

Salah satu fungsi utama agama bagi bangsa Indonesia ialah untuk menghadirkan ketenangan dan kedamaian lahir batin warganya. Dengan demikian, agama dan negara memiliki tujuan yang sama untuk kemakmuran, kesejahteraan, dan kebahagiaan umat manusia tanpa membedakan jenis kelamin, etnik, golongan, agama, dan kepercayaan.

Keberadaan agama-agama di Indonesia, terutama Islam, terbukti memberikan rasa aman terhadap segenap warga bangsa tanpa mengurangi rasa kritisnya terhadap segala hal yang tidak sejalan dengan keluhuran misi agama dan negara. Dengan demikian, agama ialah modal sosial dan moral psikologis bagi bangsa Indonesia di dalam meraih harapan dan obsesinya.

Tugas kita semua mempertahankan hubungan harmonis antara agama dan negara di dalam NKRI. Agama dan kepercayaan masyarakat Indonesia sudah lama ikut serta mendukung tujuan negara tanpa harus mengenyampingkan prinsip-prinsip ajaran agama. Di dalam NKRI, fungsi seperti ini sudah teruji puluhan tahun. Agama bisa berkontribusi mewujudkan tujuan negara tanpa menafi kan substansi ajarannya. Bahkan ajaran agama digunakan sebagai motivasi di dalam mempercapat proses pencapaian tujuan negara dan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

Salah satu fungsi konkret agama ialah menjanjikan ketenangan, kedamaian, kearifan, keadilan, dan ketenteraman kepada pemeluknya. Namun, itu semua ini bisa terjadi tentu saja jika agama diberi peran efektif untuk memberikan pencerahan terhadap umatnya. Persoalannya
sekarang, siapa yang bertanggung jawab mengaktualkan fungsi pencerahan agama di dalam masyarakat? Efektif atau tidaknya agama mencerahkan dapat diukur bagaimana peran dan partisipasi tokoh dan pemeluk agama.

Jika agama semakin menyatu dengan pemeluknya berarti pencerahan agama efektif. Akan tetapi, sebaliknya jika agama dan pemeluknya semakin berjarak, pertanda pencerahan agama itu tidak efektif. Apalagi, nilai-nilai agama dan negara berhadap-hadapan, sudah pasti ada sesuatu yang salah, menyalahi konsep dasar yang telah dirumuskan oleh the founding fathers kita.

Fenomena dalam kehidupan masyarakat juga bisa diukur, yaitu apa kata agama dan apa yang dilakukan pemeluknya? Searahkah program-program yang diterapkan negara dengan ajaran-ajaran dasar agama yang dianut di dalam masyarakat? Jika masih berseberangan, misalnya jika program pembangunan negara berseberangan dengan ajaran agama, atau sebaliknya, ajaran-ajaran agama tidak sejalan bahkan menjegal tujuan pembangunan negara, maka pada saat itu ada persoalan konseptual yang harus segera diatasi. Jika tidak, keduanya bisa berhadap-hadapan yang pada saatnya akan membingungkan masyarakat.

Kenyataannya sedang terjadi fenomena tidak menggembirakan, paling tidak terdapat fenomena kontradiktif di dalam masyarakat kita terkait hubungan antara agama dan pemeluknya. Memang, sedang terjadi kesemarakan beragama, tetapi tidak diikuti penghayatan dan kedalaman makna. Akibatnya, sering kita menyaksikan adanya fenomena kepribadian ganda (split personality) pada umat beragama, khususnya umat Islam.

Kalangan umat Islam sedang berada di persimpangan jalan. Dalam urusan agama seolah mereka mengesankan agama terlalu dogmatis sementara realitas sosialnya begitu rasional. Agama dirasakannya lebih membatasi sementara realitas kehidupannya begitu liberal. Agama dikesankan terlalu berorientasi masa lampau sementara lingkungan profesinya sangat berorientasi masa depan.

Pranata sosial keagamaan dirasakannya begitu konservatif, sementara lingkungan kerjanya sedemikian canggih. Norma-norma agama dirasakannya sedemikian statis dan terkesan kaku sementara dunia kerjanya sedemikian dinamis dan mobil. Suasana batin keagamaan dikesankan amat tradisional sementara dunia pergaulan sehari-hari di tempat kerja dan lingkungannya sedemikian modern. Kajian-kajian keagamaan dirasakan terlalu tekstual sementara kajian ilmu-ilmu umum sedemikian kontekstual. Pendekatan-pendekatan agama terkesan begitu kualitatif-deduktif sementara pendekatan keilmuan sosial sedemikian kuantitatif-induktif.

Split personality ini menurut Clifford Geertz berpotensi melahirkan berbagai kemungkinan, antara lain: Reformasi sporadis atau gradual, reformasi radikal/liberal, revivalismepuritanis, revivalisme-radikal, termasuk teroris, atau tidak tahu menahu apa yang terjadi di luar sana.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya
Renungan Ramadan
Cahaya Hati
Tafsir Al-Misbah