Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
KERINDUAN komunitas muslim di Lima, Peru, terhadap masakan bercita rasa pedas selalu terbayarkan pada setiap Ramadan.
Masakan itu bisa mereka dapati saat berbuka puasa bersama di masjid setempat.
Beragam menu pun bisa mereka pilih untuk dicicipi seusai menunaikan salat magrib berjemaah.
Berbuka puasa dengan menu spesial itu rutin digelar di masjid di kawasan Magdalena del Mar sejak tahun lalu.
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Lima bersama Asosiasi Muslim Peru menjadi penyelenggaranya.
Tahun ini buka puasa bersama digelar pada awal Juni lalu dan dihadiri sekitar 180 warga muslim.
Seperti pada tahun sebelumnya, panitia juga menyiapkan masakan khas Indonesia sebagai hidangan untuk berbuka puasa.
Menu utama kali ini ialah nasi rames dengan rendang, ayam, telur, dan kentang balado.
Selain itu, ada gado-gado, dan bubur kacang hijau sebagai pilihan.
"Tahun lalu kami menyajikan ayam goreng kremes dan mi instan Indonesia yang baru merambah pasaran Peru," kata Pelaksana Fungsi Penerangan Sosial dan Budaya KBRI di Lima Arya Putubaya saat dihubungi Media Indonesia, Kamis (15/6).
Kekhasan kuliner yang dihidangkan tersebut tetap terjaga karena diracik dengan bumbu tradisional Indonesia.
Bahan-bahannya dipetik langsung dari kebun yang dikelola KBRI di Wisma Indonesia di Lima.
Tanaman itu dikembangkan dari benih yang didatangkan dari Tanah Air.
Cita rasa pedas
Kuliner Indonesia pun dikenal jemaah masjid di Magdalena del Mar sebagai masakan dengan cita rasa pedas yang khas. Cita rasa itu tidak bakal mereka dapati pada kuliner lokal.
"Masakan Peru tidak ada yang pedas. Cabai saja jarang yang jual. Kalaupun ada, tidak sepedas cabai kita," lanjut Arya.
Buka puasa bersama digelar KBRI Lima untuk meningkatkan jalinan persaudaraan dan wujud solidaritas Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia.
Karena menyajikan makanan khas, acara itu sekaligus ajang promosi kuliner Indonesia di Peru.
Pengurus dan jemaah masjid pun mengapresiasi kegiatan itu.
Apalagi, hanya Indonesia yang menyajikan masakan khas untuk berbuka puasa di masjid satu-satunya di Lima tersebut.
"Kegiatannya bergantian dengan negara lain, tapi mereka hanya menyumbangkan uang. Jadi, menunya tetap masakan Peru," jelas Arya.
Makan bersama itu digelar di tenda di halaman utama masjid. Seluruh staf KBRI bertindak sebagai pemandu dan pelayan.
Mereka berdiri di setiap meja hidangan sembari melayani setiap pertanyaan jemaah mengenai kuliner Indonesia, termasuk cara mencicipi makanan yang dihidangkan saat itu.
"Makan gado-gado itu bagaimana? Dicampur semua atau dimakan terpisah," ujar Arya, menirukan pertanyaan jemaah.
Presiden Asosiasi Muslim Peru Zuheir Mustafa Ismail bahkan turut mengagumi kekhasan kuliner Indonesia.
Komunitas muslim merupakan minoritas di Peru.
Jumlahnya diperkirakan 5.000 orang atau tidak sampai 1% dari jumlah penduduk Peru yang mayoritas beragama Katolik.
Komunitas muslim di Peru terkonsentrasi di dua wilayah, yakni di Lima, ibu kota Peru; dan Tagna, di dekat perbatasan Cile.
Muslim di Lima kebanyakan keturunan Timur Tengah, sedangkan di Tagna mayoritas keturunan Asia Selatan.
Di kedua kota itu terdapat masing-masing satu masjid yang juga menjadi pusat dakwah Islam.
"Selain masjid, ada sebuah rumah yang difungsikan sebagai musala di Lima," kata Duta Besar Indonesia untuk Peru dan Bolivia Moenir Ari Soenanda.
Peru memiliki perbedaan waktu sekitar 12 jam dengan Indonesia.
Namun, waktu berpuasanya kurang lebih sama dengan di Tanah Air, yakni sekitar 13 jam sehari.
Kondisi cuaca di Peru selama Ramadan juga relatif normal, dengan suhu berkisar 22 derajat celsius pada siang hari. (H-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved