Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
TIGA pekerja sibuk mengaduk adonan tepung beras ketan yang dicampur dengan gula merah. Adonan itu diaduk pada wajan besar yang dipanaskan di tungku kayu.
Di tengah ibadah puasa, mereka terus bersemangat membuat makanan yang diberi nama jenang atau dodol. Apalagi, seperti setiap kali menjelang Lebaran, mereka harus menyiapkan makanan tersebut jauh lebih banyak karena melonjaknya pesanan bila dibandingkan dengan hari-hari biasa.
Aktivitas tersebut antara lan terlihat di sentra pembuatan jenang yang lebih dikenal dengan sebutan jaket, kependekan dari jenang asli ketan di Mersi, Kecamatan Purwokerto Timur, Banyumas, Jawa Tengah (Jateng).
“Menjelang Lebaran seperti sekarang, jumlah pesanan jenang jaket meningkat sehingga setiap hari kami harus bekerja hingga malam,” kata Nursamsi, 45, seorang pembuat jenang, kemarin.
Dalam kondisi normal, ujarnya, ia rata-rata hanya bekerja sampai pukul 16.00 WIB. Namun, mendekati Hari Raya Idul Fitri, setiap hari ia membuat jenang hingga pukul 20.00. Itu tidak mengherankan karena jenang jaket telah menjadi salah satu oleh-oleh favorit dari Banyumas.
Menurut salah satu pemilik usaha jenang jaket di Mersi, Salimin, 53, pada hari-hari biasa, ia rata-rata hanya memproduksi 2 kuintal jenang jaket. Tetapi menjelang Lebaran, sedikitnya ia harus membuat 6 kuintal per hari.
“Tingginya produksi jenang jaket karena permintaan melonjak. Pembelinya kebanyakan perantau yang tinggal di Purwokerto dan akan mudik ke tanah kelahiran masing-masing dan para pemudik asli Purwokerto yang meratau di kota-kota besar seperti Jakarta,” jelasnya.
Salimin menjelaskan harga jenang jaket polos dibanderol Rp13 ribu per bungkus, sedangkan jenang jaket yang dicampur dengan wijen harganya Rp14 ribu. Menurutnya, dua varian jenang jaket tersebut memiliki pangsa pasar masing-masing. Namun, banyak juga yang membeli keduanya.
Selain memproduksi jenang, ia membuat keripik tempe, makanan khas Banyumas lainnya. Selain menjelang Lebaran, ia hanya mampu menjual sekitar 100 bungkus keripik tempe per hari. Namun, menjelang Lebaran, keripik tempenya laku terjual sekitar 150 hingga 200 bungkus per hari.
“Di Purwokerto, banyak yang memproduksi keripik tempe, termasuk di tempat usaha kami. Keripik tempe juga makanan khas yang mendapat animo cukup tinggi,” tutur Salimin.
Senang manis
Salah seorang pembeli yang bakal mudik ke Solo, Wawan, 43, mengaku selalu embeli jenang dan keripik tempe di toko Salimin sebelum mudik. Menurutnya, jenang jaket sangat cocok untuk suguhan Lebaran, apalagi keluarga, kerabat, dan tetangganya di Solo sangat menyukai makanan manis.
“Yang pasti, saya selalu membeli jenang jaket. Kebetulan di sini ada juga keripik tempe. Di Solo banyak yang suka pada makanan dengan rasa manis,” ujar Wawan.
Makanan khas lain yang diserbu pembeli sebagai buah tangan ialah mino atau kue nopia mini. Produksi di salah satu sentra mino di Mersi juga meningkat.
Pelaku usaha mino, Agus Setiono, 40, mengungkapkan kue nopia produksinya naik sekitar 50%, atau menjadi 300 bungkus per hari dari hari biasa yang hanya 200 bungkus. (H-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved