Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
UJIAN kesabaran di bulan puasa hadir dalam berbagai bentuk, salah satunya sinyal ponsel yang ikutan puasa.
Karena urgen, saya terpaksa keluar ruangan menuju halaman kantor untuk mencari sinyal yang lebih bagus.
Tujuannya hanya satu, saya harus transfer via mobile banking secepatnya gara-gara ada pesan dari istri 'transfer sekarang juga supaya dapat diskon 10%, hari ini terakhir'.
Teringat perkataan mama saat saya SMA dulu dan mau ikut bimbingan belajar persiapan UMPTN 'pokoknya untuk biaya sekolah, les, atau apa pun yang bisa bikin kamu pintar uang pasti ada.
Kamu enggak perlu tahu dari mana asalnya, belajar saja yang benar'.
Belakangan saya tahu sering kali mama meminjam uang ke koperasi kantor untuk biaya tersebut.
Sejarah berulang, hanya pelakunya saja yang berganti, saya percaya itu.
Sekarang saya sudah jadi orangtua dan punya anak.
Transfer yang harus saya lakukan tadi adalah untuk biaya pelatihan merakit Lego untuk mengisi liburan sekolah.
What?
Merakit Lego sekarang ada lesnya dan harus bayar? Ya begitulah zaman sekarang ha ha.
Anaknya mau, ibunya senang ada diskon, bapaknya ikhlas membayarkan.
Klop.
Alhamdulillah secara keadaan keuangan saya lebih baik daripada orangtua saya dulu, tapi dari mereka saya belajar pelaksanaan istilah sayang anak itu.
Mereka bukan pejabat yang punya koneksi atau pengusaha yang punya banyak uang, mereka hanya pegawai perusahaan pemerintah biasa.
Mereka tahu tidak banyak yang bisa mereka siapkan untuk anaknya karenanya mati-matian mempersiapkan anaknya kelak jadi apa.
Konsep sayang anak itu bisa dilakukan dengan dua cara: menyiapkan apa untuk anak dan menyiapkan anak jadi apa.
Menyiapkan apa untuk anak 'beban'-nya ada di orangtua.
Mulai dana pendidikan sampai perusahaan si ayah yang kelak akan diwariskan kepada si anak.
Belum lagi rumahnya, mobilnya, dan segala fasilitas disiapkan buat si anak.
Ya boleh dong namanya juga sayang anak. Bukankah kerja keras orangtua memang buat si anak juga?
Nah, sementara menyiapkan anak jadi apa, 'beban'-nya ada di si anak.
Orangtua yang memfasilitasi tapi anak yang berjuang, seperti ikut les, bimbingan belajar, sekolah agama, termasuk cara mendidik mereka di rumah.
Jika si anak masih kecil, orangtualah yang harus 'kenal' dengan anaknya untuk mengetahui passion dan bakat si anak.
Namun, jika si anak sudah besar, biarlah dia yang mengenali dirinya sendiri.
Socrates berkata 'gnothi seauthon'-know yourself karena seseorang yang tidak kenal dirinya sendiri akan mudah tersesat dalam kehidupan.
Tersesat bukan berarti tidak tahu tujuan, melainkan tidak tahu sedang berada di mana.
Saya baru tahu bahwa saya mau jadi apa itu ketika kuliah.
Orangtua saya hanya menyiapkan biaya sekolah, sisanya saya berjuang sendiri.
Boro-boro menyiapkan perusahaan untuk saya, mereka saja masih kerja ke perusahaan orang lain kok he he.
Saya kira ini adalah sebuah blessing in disguise. Karena keterbatasan tersebut, akhirnya saya semacam 'dipaksa' untuk menguasai survival skill dalam persaingan.
Kahlil Gibran dalam puisinya, Anakmu bukan Milikmu, secara tersirat mengatakan hubungan orangtua kepada anak hanya memberikan arahan dan bimbingan, tetapi bukan memaksakan keinginan dan pemikirannya.
Anak-anak punya kehidupan sendiri, tetapi bukan hak orangtua untuk menguasainya.
Orangtua boleh (bahkan wajib) memberikan kasih sayangnya kepada anak-anak, tetapi bukan berarti orangtua boleh memaksakan kehendaknya kepada anak-anaknya 'atas nama' kasih sayang.
Orangtua boleh memberi anak-anaknya rumah untuk badan mereka, tapi bukan 'sangkar' untuk jiwa mereka.
Anak-anak punya masa depan yang diimpikannya sendiri dan orangtua tidak berhak untuk mengatur masa depan anak-anaknya itu.
Menyiapkan apa untuk anak atau menyiapkan anak jadi apa, saya kira yang tahu dan berhak menentukan hanya orangtuanya.
Semoga itu yang terbaik. (H-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved