Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia diproyeksikan mencapai 5,1% pada 2025—tertinggi di antara negara-negara ASEAN menurut data lembaga internasional IMF. Bonus demografi dengan 212 juta penduduk usia kerja bisa jadi peluang besar, tapi juga ancaman jika tak diiringi penyerapan tenaga kerja yang memadai. Ironisnya, lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) dan perguruan tinggi (sarjana) justru mencatat angka pengangguran tertinggi, menunjukkan adanya kesenjangan antara dunia pendidikan dan kebutuhan industri.

Permasalahan utama terletak pada ketidaksesuaian keterampilan, lemahnya penguasaan soft skill, serta kurangnya pelatihan vokasi. Akibatnya, banyak lulusan memilih bekerja di sektor informal seperti ojek online dan kurir. Untuk menjawab tantangan ini, Indonesia perlu mereformasi sistem pendidikan, memperluas pelatihan vokasi, dan mendorong digitalisasi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta kewirausahaan muda sebagai solusi jangka panjang.