Konflik perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok kian memanas, dengan eskalasi tarif impor yang signifikan pada awal 2025. Pemerintahan Amerika Serikat (AS) menaikkan tarif impor barang dari Tiongkok hingga 125% sebagai langkah proteksi dan respons terhadap dugaan praktik perdagangan tidak adil. Sebagai respons, Tiongkok memberlakukan tarif pembalasan sebesar 84% pada produk Amerika dan memasukkan sejumlah perusahaan AS ke daftar hitam.
Kebijakan ini berlangsung di tengah dinamika global yang penuh ketidakpastian, di mana Tiongkok juga mengoptimalkan investasinya yang mencapai hampir US$2 triliun pada sektor manufaktur untuk memperkuat posisinya sebagai pemasok utama barang berbiaya rendah. Dampak dari eskalasi tarif ini dirasakan tidak hanya oleh kedua raksasa ekonomi, tapi juga oleh pasar internasional dan negara-negara berkembang.