RENCANA pemerintah dan penyedia platform transportasi daring untuk menaikkan tarif ojek online (ojol) hingga 15 persen memicu kekhawatiran masyarakat, khususnya pekerja berpenghasilan rendah. Kenaikan ini dinilai akan menambah beban biaya hidup, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya, di mana masyarakat sangat bergantung pada ojol untuk mobilitas harian.
Dengan tarif baru, ongkos pulang-pergi menggunakan ojol diperkirakan akan menghabiskan sekitar 24 hingga 28 persen dari upah minimum regional (UMR) harian. Sebagai ilustrasi, pekerja dengan UMR harian sekitar Rp150 ribu bisa mengeluarkan lebih dari Rp40 ribu hanya untuk biaya transportasi. Kondisi ini tentu menggerus daya beli masyarakat, karena pengeluaran lain seperti makan, sewa, dan kebutuhan pokok tidak bisa ditekan.