Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Ketua MK Dinilai Jual Pengaruh

Rudy Polycarpus
30/4/2016 07:05
Ketua MK Dinilai Jual Pengaruh
(ANTARA/Akbar Nugroho Gumay)

PEGIAT antikorupsi Anti-Corruption Committee (ACC) Wiwin Suwandi menilai pelanggaran etika yang dilakukan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat masuk kategori praktik trading in influence atau memperdagangkan pengaruh.

Arief mendapatkan sanksi etik dari Dewan Etik MK karena kasus katebelece atau memo yang ia kirimkan kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan (JAM-Was) Widyo Pramono.

Dalam memo 16 April 2015 yang ditulis tangan, dilaporkan terpampang jelas tanda tangan Arief selaku Ketua MK.

Terdapat pula kartu nama Arief sebagai Ketua MK.

Dalam katebelece itu, Arief meminta Widyo Pramono memberikan nilai bagi karya ilmiah yang dilakukan Zainur.

Dalam memo itu, Arief juga meminta agar Zainur dapat dibina Widyo.

Zainur ialah kerabat Arief yang juga Kepala Seksi Perdata di Kejaksaan Negeri Trenggalek, Jawa Timur, dengan golongan III C.

Dalam kaitan itu, Wiwin Suwandi menegaskan praktik memperdagangkan pengaruh diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption atau Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Korupsi.

"Praktik trading in influence itu mesti dihubungkan dengan pasal suap dan gratifikasi meski hukum positif kita belum mengonkretkan itu," ujar Wiwin, kemarin.

Konstruksi pidana dari UU itu, tambah Wiwin, ada pada Pasal 12 UU Tipikor, yakni sebagai penyelenggara negara diduga menerima sesuatu atau janji.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah menerapkan beleid tersebut pada mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaak dalam kasus suap kuota impor sapi.

"Meski dalam kasus Arief tak ada temuan imbalan, dalam praktik tataran kampanye advokasi tipikor hal itu bisa jadi penekanan. Terlebih dia ialah Ketua MK yang harus menjaga muruah dan wibawa institusinya," tandas Wiwin.

Hukuman lisan

Dewan Etik MK menjatuhkan hukuman ringan berupa teguran lisan kepada Arief.

Dewan Etik yang dipimpin Abdul Mukthie Fadjar dengan anggota Hatta Mustafa dan Muchammad Zaidun menyatakan Arief terbukti melanggar kode etik butir ke-8 soal kepantasan dan kesopanan sebagai hakim konstitusi.

Ia dihukum karena diduga memberikan katebelece kepada mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Widyo Pramono.

Jubir MK, Fajar Laksono, membenarkan bahwa MK telah menerima putusan dari Dewan Etik terkait dengan pemberian sanksi bagi Ketua MK.

Putusan sudah diterima MK sejak Maret 2016.

Arief hingga kemarin belum dapat dimintai komentar. Fajar mengatakan Ketua MK sedang menghadiri undangan luar negeri di Aljazair sejak beberapa hari lalu.

Mantan Ketua MK Mahfud MD menilai putusan resmi dari Dewan Etik itu sudah menunjukkan memang ada kesalahan yang dilakukan Ketua MK.

Karena itu, Mahfud mengimbau Arief dapat menerima putusan tersebut dan tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Mahfud menambahkan, tindakan Arief memang tidak terlalu fatal.

Kendati demikian, tindakan tersebut merupakan tindakan keliru.

"Bagi pejabat, menitipkan seseorang dalam sebuah institusi lain itu tidak biasa."

Mahfud menyarankan Arief melakukan langkah-langkah etis atas teguran ringan Dewan Etik, berupa permintaan maaf kepada publik atau menerima teguran itu sebagai koreksi diri selaku Ketua MK. (Uta/X-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya