Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Berharap di Tengah Kecemasan

Rudy Polycarpus
12/3/2018 08:07
Berharap di Tengah Kecemasan
(Tim MI/Grafis: CAKSONO)

SUMARSIH, ibu korban Tragedi Semanggi I Bernardus Realino Norma Irmawan (Wawan), semakin pesimistis akan penyelesaian kasus pelanggaran berat HAM di Indonesia. Ia menilai di bawah pemerintahan siapa pun, pengungkapan kasus pelanggaran HAM akan tetap berjalan di tempat.

Menurutnya, Presiden Joko Widodo sampai saat ini belum menunjukkan keseriusan dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu. Padahal, ia sangat berharap pada mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

"Sayangnya, sejauh ini tidak ada perkembangan berarti dalam penuntasan kasus-kasus HAM. Jokowi masih memprioritaskan program-program pembangunan infrastruktur. Soal penuntasan kasus HAM masih belum jadi prioritas rupanya," ujar di Jakarta, akhir pekan lalu.

Ia mencontohkan sejumlah kasus yang terbengkalai seperti pelanggaran HAM selama peristiwa Kerusuhan Mei 1998, Tragedi Semanggi I dan II, serta pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib.

Sumarsih menyayangkan sikap pemerintah. Padahal, salah satu janji pasangan Jokowi-JK pada masa kampanye Pemilihan Presiden 2014 ialah menuntaskan kasus-kasus HAM masa lalu. "Kami ingin penyelesaian kasus HAM masa lalu jangan hanya dijadikan janji politik saat kampanye," pinta Sumarsih.

Di tengah ketidakpastian, perempuan 65 tahun itu mengaku kerap merasa pesimistis bercampur optimistis karena makin banyak anak muda yang peduli pada apa yang mereka perjuangkan.

Ia mengisahkan, pada aksi kamisan ke-517 pada 7 Desember tahun lalu, Presiden Jokowi mengajak orangtua korban bertemu, tetapi ditolak. Pertemuan itu batal karena orangtua korban lebih memilih mengikuti aksi kamisan.

"Kami tolak tawaran itu, kami lebih memilih untuk ada di luar Istana. Aksi kamisan kala itu bersamaan dengan peluncuran Amnesty International Indonesia (AII). Ini ialah sebuah simbol harapan dari gerakan masyarakat yang lebih penting," tandasnya.

Sebenarnya, kata dia, penolakan itu bukan karena orangtua korban tidak mau bertemu Presiden Jokowi. Awalnya, pertemuan direncanakan pukul 11.00 WIB. Namun, diundur menjadi pukul 16.00 WIB. Para orangtua yang sudah berada di Istana Bogor sejak pagi memutuskan untuk kembali ke Jakarta guna menggelar aksi kamisan.

Sementara itu, Paian Siahaan, ayah dari Ucok Munandar Siahaan, korban penculikan Mei 1998, berharap ada undangan lagi dari Presiden. Pasalnya, ia masih menunggu kepastian mengenai putranya yang sudah 19 tahun menghilang. "Kami butuh kejelasan. Apakah dia masih hidup atau sudah tidak ada," ujarnya.

Ketidakjelasan status Ucok membuat Paian dan sang istri, Damaris Hutabarat, masih berharap putranya masih hidup. Ketidakjelasan itu juga yang membuat sang istri sakit-sakitan. Saat ini saja Damaris harus duduk di kursi roda untuk dapat hadir di aksi kamisan.

Semakin hari, Paian semakin pesimistis anaknya masih hidup. Namun, ia butuh kejelasan untuk mendoakan anaknya apabila memang sudah meninggal. "Kalau belum meninggal, kami hanya takut dosa karena mendoakan orang yang masih hidup," pungkasnya.

Utang sejarah

Wakil Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan yakin aspirasi soal pelanggaran HAM akan dilaksanakan oleh Presiden Jokowi. "Tahun pertama beliau sibuk konsolidasi politik, kan ada dua koalisi di DPR cukup melelahkan bagi beliau. Tahun kedua, beliau membenahi ekonomi. Seharusnya tahun ini beliau akan lebih serius soal kasus pelanggaran HAM," katanya.

Langkah itu, kata dia, akan menjadi investasi politik karena di dalam Nawacita juga disampaikan bahwa kasus pelanggaran HAM masa lalu harus dituntaskan. "Saya kira pada saat yang tepat pemerintah akan menuntaskan kasus yang menjadi utang sejarah itu."(P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya