Headline

Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.

Fokus

Perluasan areal preservasi diikuti dengan keharusan bagi setiap pemegang hak untuk melepaskan hak atas tanah mereka.

Menyambut 111 Tahun Johannes Leimena Dominee

Amos Simanungkalit Peneliti Centre for People Studies and Advocation (Cepsa)
08/3/2016 06:10
Menyambut 111 Tahun Johannes Leimena Dominee
(ANTARA/Embong Salampessy)

SAYA tidak pernah dekat dengan Johannes Leimena, apalagi mengenalnya secara personal.

Waktu itu, beliau sudah punya nama besar.

Beliau dokter, diplomat andal yang sesekali gagal, menteri terlama sepanjang sejarah Republik, pendiri organisasi kemahasiswaan, tokoh gereja, dan intelektual di masanya.

Saya berusaha menyimak pikiran-pikiran, pidato-pidato, dan cara hidup beliau.

Terus terang, saya gagal paham.

Namun, agar kelihatan pintar, saya pura-pura mengerti.

Menteri Dalam Negeri ketika itu Mohammad Roem menyebutnya seorang yang berprofesi sebagai dokter dengan fungsi diplomat militer yang bertampang dominee (pendeta).

Saya banyak mendengar nama beliau ketika saya masuk sebuah organisasi mahasiswa yang dibidani beliau bersama rekannya di Kongres Pemuda 1928, Amir Sjarifuddin Harahap, perdana menteri republik ini di awal kemerdekaan.

Keduanya banyak terlibat dalam diskusi-diskusi prakemerdekaan dengan mendorong umat Kristen agar aktif dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia di organisasi Christen Studenten Vereniging (CSV) pada 1926, yang menjadi cikal bakal dari Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) yang merupakan tempat bertemunya para mahasiswa Kristen saat itu.

Beliau lebih beruntung daripada Amir Sjarifuddin, yang harus menerima nasibnya dieksekusi pada 18 Desember 1948 dengan tuduhan makar yang tak pernah diungkap di pengadilan mana pun.

Beliau ialah dokter Johannes Leimena.

Ia sering dipanggil 'Om Yo', nama panggilan yang sering digunakan sejak ia menjabat posisi strategis di Republik muda saat itu.

Beliau ialah anak seorang guru di Ambon yang karena peliknya kehidupan mendapat kesempatan mengecap pendidikan bermutu kala itu.

Ia menjadi dokter setelah menamatkan pendidikan dokternya di STOVIA.

STOVIA (School tot Opleiding van Indische Arsten) menampung pemuda-pemuda dari berbagai suku bangsa.

Di sinilah Leimena mendirikan Jong Ambon yang membawanya terlibat dalam peristiwa Sumpah Pemuda 1928.

Sesungguhnya jalan hidup sebagai dokter sama sekali tidak direncanakannya.

Niatnya itu muncul dengan tiba-tiba ketika semua jalan lain sudah tertutup.

Ia pernah mendaftarkan diri pada kursus In en Uitvoerrechten (Bea-Cukai), kursus Posterij (Dinas Pos), Dinas Kereta Api, dan Rechtschool (Sekolah Hakim) di Jakarta.

Semua menolaknya dengan berbagai alasan.

Seusai ditolak di Sekolah Hakim, tiba-tiba timbul dalam pikirannya untuk mencoba nasibnya di STOVIA (sekolah dokter) yang letaknya tidak jauh dari Rechtschool.

Ternyata ilham yang muncul tiba-tiba itulah yang terkabul.

Menurut Leimena, hal itu biasanya disebut 'kebetulan-kebetulan'.

Namun, bagi dirinya pribadi, ini semua ialah rencana Allah (Providentia Dei).

Pada usia 25 tahun ia menyelesaikan kuliahnya di STOVIA dan langsung mengabdi sebagai dokter di RSCM (dulu CBZ) Jakarta. Pernah pula ia menjadi dokter di RS Immanuel Bandung.

Ketika ia menjadi dokter di RS Bayu Asih Purwakarta, ia ditangkap tentara Jepang.

Setelah dibebaskan, ia ditempatkan di RS Tangerang.

Kemudian ia pernah menjadi Direktur RS PGI Tjikini Jakarta.

Ketika Republik baru berusia beberapa bulan ia diajak Amir Sjarifuddin yang saat itu menjadi menteri penerangan di awal Republik untuk bergabung ke kabinet Sjahrir II.

Sejak itu jalan hidup Leimena ialah dunia politik.

Ia tercatat menjadi menteri selama 21 tahun tanpa terputus.

Rekor terlama menjabat menteri yang pernah diempunya Leimena seorang.

Presiden Soekarno bahkan pernah mendelegasikan wewenang jabatannya sebagai kepala negara dan orang yang dipilihnya ialah Leimena.

Bung Karno menyebut Leimena sebagai mijn dominee, yaitu 'pendeta saya'.

Leimena menjadi hati nurani bagi Bung Karno.

Roem yang sering bekerja sama dengan Leimena pascaperundingan Belanda menyatakan, karena integritas, kejujuran, dan dedikasi Leimena terhadap Tanah Air, negara menaruh kepercayaan kepadanya, yang tidak dikurangi perbedaan agama.

Malah dia berpendapat, karena agama yang ia taati memberi kepribadian terhadapnya.

Roem mengatakan Leimena meninggalkan teladan yang baik bagi anak cucu serta generasi penerus.

Kepribadian langka seperti Leimena harus dimiliki setiap anak muda.

Hal yang tak mudah dan belum memiliki rumusnya. Hampir semua orang merasa berbahagia mengenal Leimena.

Termasuk saya yang kendati tak pernah bertemu secara fisik, dapat terilhami oleh pikiran dan gagasan kebangsaannya salah satu melalui goresan tangannya yang berjudul Kewarganegaraan yang Bertanggungjawab (1955).

Dia menjelaskan secara apik bagaimana seorang kristiani harus menjadi manusia Indonesia 100% dan menjadi pengikut Kristus 100%.

Pikiran yang hampir sama dengan apa yang disampaikan Amir Sjarifuddin pada tulisannya, Menuju Jemaat Asli Indonesia.

Suatu teologi kontekstual dan merupakan ciri khas pemikiran Amir yang menunjukkan kesetiaannya pada perlawanan terhadap penjajahan.

Pada berbagai kesempatan Amir menyatakan, "Seorang (penganut) Kristen yang baik dapatlah juga sekaligus menjadi seorang nasionalis yang baik," hal itu suatu petunjuk tentang sintesis keagamaan dan kebangsaan Amir yang utuh.

Ini sebuah gagasan besar yang dapat digunakan untuk menghempas paham radikalisme yang tengah marak hari ini.

Tepat pada 6 Maret, genap 111 tahun peringatan hari kelahiran beliau yang bernama dokter Johannes Leimena atau yang akrab disapa Om Yo.

Seorang senior saya di kampus dan organisasi mahasiswa mengirimkan foto monumen pahlawan nasional dokter Johannes Leimena, yang dibangun tepat di sebelah Universitas Pattimura, Ambon, di timeline Facebook-nya.

Monumen yang dibangun dengan maksud dapat menginspirasi para mahasiswa di Indonesia, khususnya Maluku, untuk meniru jejak langkah, pemikiran, dan semangat beliau membangun bangsa.

Saya beruntung mengenal sosok hidupnya melalui sebuah organisasi mahasiswa yang dia bidani kelahirannya.

Merdeka!



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya