Headline
Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.
Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.
Perluasan areal preservasi diikuti dengan keharusan bagi setiap pemegang hak untuk melepaskan hak atas tanah mereka.
PENANGKAPAN 20 warga negara asing (WNA) yang berprofesi sebagai pekerja seks komersial (PSK) di tempat hiburan malam oleh petugas Imigrasi Kelas IA Jakarta Barat bukan kali ini saja. Sudah sering pihak imigrasi menangkap WNA yang bekerja sebagai PSK di berbagai tempat di Jakarta. Diduga, mereka tidak bergerak sendiri. Ada sindikat besar yang sengaja memasok WNA itu ke tempat hiburan malam. Hal itu diungkapkan mantan Ketua Asosiasi Pengusaha Tempat Hiburan, Anhar Nasution, kepada Media Indonesia, kemarin. Penyaluran WNA untuk dipekerjakan di tempat hiburan menjadi PSK itu sangat terorganisasi dan telah berlangsung lama.
Ada dua metode, ungkap Anhar, pengusaha hiburan menyediakan layanan PSK WNA itu. Pertama, hanya menyediakan tempat untuk melayani tamu. Mereka dikelola langsung oleh seorang ‘mami’ di luar manajemen tempat hiburan. “Ini biasanya tempat hiburan kelas atas. Sistemnya hanya partner, sediakan tempat. Kalau misalnya WNA ketangkep, itu di luar tanggung jawabnya. Mereka (pengusaha tempat hiburan) tahu risiko,” ujar Anhar. Kedua, tempat hiburan itu sengaja mempekerjakan WNA untuk menjadi PSK. Hal itu biasanya dilakukan tempat hiburan kelas menengah karena mereka mau bersaing ke kelas atas.
Sebelumnya diberitakan penangkapan 20 PSK WNA yang terdiri atas warga Vietnam, Tiongkok, dan Thailand berusia 20-30 tahun. Mereka ditangkap karena kedapatan telah menyalahgunakan izin tinggal. Mereka datang dengan izin turis, tapi di Indonesia bekerja sebagai pemandu karaoke, pijat terapi, dan penari. Mereka bahkan diduga sekaligus menjadi PSK dengan tarif sekali kencan berkisar Rp1,5 juta sampai Rp5 juta.
Dikatakan Anhar, WNA yang ada di tempat hiburan di Jakarta rata-rata dari Tiongkok. Mereka disebut dengan cungkok (PSK asal Tiongkok) yang disalurkan sindikat besar yang berada di Tiongkok. “Mereka ditargetkan setiap bulan setor uang ke Tiongkok sana. Bayangkan kalau satu malam pendapatan Rp1 juta, berarti satu bulan Rp30 juta. Dikirim misalnya Rp10 juta sampai Rp20 juta satu orang, hitung saja berapa besarnya itu uang ke Tiongkok,” ungkap Anhar.
Narkoba
Dari hasil temuannya waktu aktif di asosiasi, tempat hiburan yang menyediakan para cungkok itu terkoneksi dan terorganisasi. “Misalnya tempat hiburan X cuma ada WNA 5 orang. Tiba-tiba kedatangan banyak tamu, ‘mami’ di situ minta ke tempat lain tolong datangkan sekian, datang itu mereka,” ungkapnya. Menurut Anhar, mafia besar di Tiongkok yang mendatangkan para cungkok itu satu jaringan dengan mafia narkoba. Selain pelayanan seks, para cungkok juga menawarkan narkoba ke pelanggan.
“Jadi, kehancuran moral dua kali lipat. Jaringan ini satu paket dengan narkoba. Mohon maaf, narkoba tidak jauh juga dari seks,” kata Anhar yang juga Ketua Forum Organisasi Kemasyarakat Antinarkoba Sementara itu, Kepala Seksi Penindakan dan Keimigrasian Kelas 1 Jakarta Barat, Benget Steven, membenarkan bahwa WNA yang terja-ring mayoritas dari Tiongkok.
Pihaknya kini masih mendalami adanya sindikat dari para 20 WNA itu. Dikatakan Steven, pihaknya masih memeriksa para sponsor (penjamin) 20 WNA. “Ada sanksi pidana dan administrasi untuk para sponsor,” tukasnya. Pada akhir Desember 2016, pihaknya mengamankan 72 WNA Tiongkok di tempat hiburan malam di Jakarta Barat. Total ada 92 WNA Tiongkok yang terjaring dalam dua bulan terakhir.
Permintaan cungkok diakui salah satu pelanggan diskotek di Jakarta, Maribeth, cukup tinggi. Wanita berwajah oriental banyak dicari pelanggan di Jakarta. “Mereka didatangkan karena permintaan banyak, konsumen sukanya yang mulus, putih gitu. Cungkok juga lebih mudah masuk ke Indonesia daripada PSK Eropa,” ungkap Maribeth yang juga ‘mami’ dari belasan cungkok. (Sru/J-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved