WILAYAH Pasar Minggu, Jakarta Selatan, zaman dahulu dikenal sebagai sentra buah lokal, karena kawasan di sekitarnya merupakan penghasil buah. Seiring waktu, setra buah itu tidak ditemukan lagi di sana. Namun, tidak jauh dari Pasar Minggu, ada beberapa sentra penjualan buah, kendati yang dijual bukan lagi hanya buah lokal, melainkan juga aneka buah impor. Tengok saja di sepanjang Jalan Raya Kalibata yang sejak 1990-an telah menjadi sentra buah durian lokal maupun impor.
Demikian juga di sepanjang Jalan Raya Lenteng Agung yang beberapa tahun terakhir perlahan menjadi sentra perdagangan aneka buah. Lokasi penjualan durian di trotoar Jalan Raya Kalibata nyaris tidak pernah sepi pengunjung. Selain harga buah durian yang dijual lebih murah daripada di toko buah, kawasan itu tidak pernah mengenal musim. Artinya, sepanjang tahun di kawasan itu selalu tersedia durian, sehingga penikmat buah beraroma menyengat hidung tersebut bisa kapan pun datang ke sepanjang jalan tersebut untuk menikmatinya.
Durian yang ditawarkan di tempat itu diberi label dan nama, misalnya durian medan, petruk, dan durian monthong. Harga durian yang ditawarkan di tempat tersebut bervariasi, Rp20 ribu-Rp35 ribu per buah untuk durian lokal. Sementara itu, durian monthong pada kisaran Rp100 ribu-Rp130 ribu. Meski sudah menjadi sentra penjualan durian sejak berpuluh-puluh tahun, bukan berarti para pedagang bisa berjualan dengan tenang, sebab mereka bukanlah pedagang binaan di lokasi resmi. Karena itu pula, pedagang yang menempati area torotoar dengan atap tenda dan lapak dari papan itu hanya diperbolehkan berjualan mulai pukul 16.00 hingga 23.00 WIB.
Salah seorang pedagang durian, Suman, 25, yang telah delapan tahun berjualan di tempat itu menuturkan, hingga kini Pemkot Jakarta Selatan masih sering melakukan peÂnertiban dengan mengambil tenda dan perlengkapan berjualan mereka. "Baru minggu lalu pedagang di sini ditertibkan, tidak boleh jualan," katanya, pekan lalu.
Potensi ekonomi Menurutnya, seharusnya Pemkot Jaksel dapat membina potensi perdagangan durian di Kalibata hingga Jalan Raya Pasar Minggu, sebab, selain memiliki potensi ekonomi, kehadiran pedagang kaki lima durian memiliki potensi wisata. Pengunjungnya pun bukan hanya warga Ibu Kota dan sekitarnya, melainkan juga penduduk kota lain yang tengah bertandang ke Jakarta, bahkan wisatawan mancanegara.
"Karena kami selalu menyediakan durian tanpa terpengaruh musim, di sini tidak pernah sepi pengunjung," ujarnya.
Oleh karena itu, ia berharap pemkot bisa mencarikan solusi terbaik agar para pedagang durian bisa berjualan dengan tenang di kawasan itu, tanpa mengganggu aktivitas lainnya.
"Tempat ini sudah dikenal banyak orang. Kami ingin agar pemerintah bisa mendukung," tuturnya.
Sementara itu, sejumlah pedagang buah yang belakangan menempati kios, geÂrobak, dan mobil bak terbuka di tepi Jalan Raya Lenteng Agung semula merupakan pedagang yang berjualan di bilangan Pasar Minggu. Satu per satu pedagang itu pindah ke jalan menuju arah Depok tersebut setelah lapak mereka terkena penertiban.
Aneka buah segar yang mereka jual juga jauh lebih murah bila dibandingkan dengan di toko. Melon, pepaya, dan semangka bahkan setiap hari diobral dengan harga Rp5.000 sampai Rp10 ribu per buah. Semangka dengan berat 3 kg misalnya, oleh para pedagang di ruas jalan itu dijual Rp10 ribu per buah. Padahal, di toko buah harganya Rp8.000 per kg.
Nuning, pedagang buah yang sudah 12 tahun berjualan di sana, menuturkan jumlah konsumen di lokasi itu juga selalu ramai. Apalagi, pasokan buah dari berbagai daerah selalu lancar, sehingga aneka buah yang dijual selalu segar. Meski tempat berjualan ilegal itu semakin ramai, ia mengaku tidak pernah mendapat pembinaan dari pemerintah setempat. "Meski sudah mirip sentra buah Pasar Minggu di masa lalu, kami tidak pernah ditawari untuk ditata oleh pemerintah. Petugas Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) pernah menertibkan, tapi setelah itu pedagang kembali lagi," katanya. (J-2)