Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Media Sosial untuk Perangi Pedofilia

MI
24/3/2017 09:53
Media Sosial untuk Perangi Pedofilia
(AFP)

POLISI Vietnam biasanya membutuhkan waktu bulanan untuk menanggapi kasus kekerasan terhadap anak atau pedofilia. Terkadang bahkan tidak ditanggapi sama sekali. Kenyataan miris itu dialami Nga, ibu yang hanya menginginkan keadilan untuk anak perempuannya.

Sudah tiga bulan mengajukan tuntutan. Kasus anak Nga yang berusia delapan tahun masih belum mendapat tanggapan. Anak Nga mengalami pelecehan seksual yang dilakukan seorang teman keluarga di dekat rumah bibinya di Hanoi pada Januari. Namun, setelah protes meluas di media sosial Facebook, dalam hitungan hari, polisi menangkap pelaku.

Hal itu merupakan kemenangan langka bagi opini publik di negara Asia Tenggara itu. Dengan sangat tiba-tiba, wakil perdana menteri meminta polisi mengusut kasus tersebut dengan serius dan menahan pelaku. Sebuah perintah yang menjadi angin segar terhadap sistem keadilan di Vietnam.

Meskipun pelaku telah ditahan, penderitaan korban masih belum selesai. Menurut Nga, sang anak masih meraung kesakitan dalam tidurnya.

“Dokter mengatakan alat kelamin anak saya terluka. Mereka mengatakan ada tanda-tanda kekerasan seksual,” ujar Nga.

“Saya tidak pernah berpikir itu bisa terjadi pada anak perempuan saya. Sangat memilukan melihat dia menangis dalam tidurnya. Dia masih dalam begitu banyak ketakutan,” tambahnya.

“Menjadi seorang ibu, saya harus melakukan yang terbaik untuk memperingatkan orang lain dan mencegah hal yang sama dialami anak lain,” ujarnya.

Tidak ada media independen di Vietnam. Ini menjadi alasan banyak orang beralih menuju media sosial untuk berpendapat.

Namun, situs populer seperti Facebook diawasi ketat oleh pemerintah. Mereka siap memenjarakan siapa pun yang terlalu jauh masuk ke isu sensitif.

Menurut polisi, ada sekitar 1.000 laporan kasus pelecehan seksual setiap tahunnya di Vietnam. Namun, para ahli memperingatkan mungkin angka tersebut lebih tinggi karena banyaknya kasus yang tidak dilaporkan.

“Data terbaru dan kasus yang dipublikasikan hanyalah puncak gunung es. Mereka (korban) mungkin malu atau menyalahkan diri sendiri. Mungkin ada ancaman kekerasan dan terkadang mereka (korban) tidak percaya dengan sistem dan situasi di Vietnam,” ujar ahli anak Unicef di Vietnam, Vijaya Ratnam Raman.

Belum lagi faktor budaya yang membuat korban tidak berani bicara karena tidak adanya sistem pendidikan seks yang memadai di sana.

“Semua orang ragu-ragu untuk berbicara tentang pemerkosaan, seks paksa, dan kekerasan seksual,” ujar Khuat Thu Hong, Direktur Institut Studi Pembangunan Sosial. (AFP/Indah Hoesin/I-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya