Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
KEBUTAAN menjadi salah satu masalah kesehatan yang mendapat perhatian penuh di bidang kesehatan internasional. Angka kejadian kebutaan yang tinggi, terutama di negara berkembang, dianggap dapat menjadi penghambat perkembangan pembangunan dan sosial. Di Indonesia, angka kebutaan juga terus meningkat. Penyakit glaukoma merupakan salah satu penyumbang kebutaan terbesar yang belum banyak diwaspadai setelah katarak. Dokter Spesialis Mata Rumah Sakit (RS) Mata Aini Jakarta, Amyta Miranty, mengatakan sekitar 80% gangguan penglihatan dapat diantisipasi hingga tidak sampai menyebabkan kebutaan.
Namun, hal tersebut kerap gagal akibat tidak adanya penanganan yang maksimal serta terjadinya pembiaran dalam jangka waktu yang lama. “Sebenarnya upaya pencegahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan berkala, terutama ketika usia telah di atas 40 tahun. Juga untuk anak berusia di bawah 10 tahun karena pada masa itu penglihatan manusia berada pada masa perkembangan," kata Amyta dalam seminar awam berjudul Save your sight, see the future di RS Mata Aini Jakarta, pekan lalu. Menurutnya, potensi peningkatan penderita kebutaan di Indonesia juga semakin besar dengan meningkatnya jumlah manula dan angka harapan hidup. Dengan tren demografi tersebut, upaya menekan kasus gangguan penglihatan dan kebutaan juga menjadi semakin sulit dilakukan.
Ia mengungkapkan kebutaan di Indonesia disebabkan beberapa hal. Katarak menjadi penyebab utama, yakni 52%, diikuti dengan glaukoma 13% dan 35% penyebab lain. Berbeda dengan katarak yang sudah lebih diketahui, glaukoma masih menjadi penyakit yang jarang dikenali masyarakat. Padahal, potensi untuk menjadi penyebab kebutaan sangat tinggi bila tidak ditangani dengan baik. Glaukoma merupakan penyakit saraf mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan bola mata. Kerusakan tersebut juga ditandai dengan gambaran khas kerusakan mata serta gangguan luas penglihatan. "Peningkatan tekanan bola mata terjadi karena ketidakseimbangan antara produksi cairan bola mata dan jumlah yang dikeluarkan melalui depan bola mata," ujar Dokter Spesialis Mata RS Mata Aini lainnya, Srinagar M Ardjo, pada kesempatan yang sama.
Serang bayi
Ia mengatakan glaukoma dapat menyerang siapa saja, bahkan bayi dan anak-anak. Faktor risiko glaukoma ialah genetik, lingkungan (gaya hidup), diabetes, hipertensi, jantung, trauma akibat kecelakaan, hingga tekanan darah rendah. Pengecekan berkala bila Anda merasa tidak nyaman saat melihat dan rasa sakit yang tidak biasa harus dilakukan untuk menghindari glaukoma. "Mata kita sangat sensitif. Kalau kekurangan aliran darah, akan terpengaruh. Stres juga bisa membuat pembuluh darah mengecil hingga dapat memicu kerusakan," ujar Srinagar.
Berbeda dengan katarak yang cairannya menumpuk di bagian depan mata dan bisa sembuh melalui operasi, glaukoma dan penyakit akibat gangguan retina biasanya mengakibatkan kebutaan permanen. Operasi, konsumsi obat, dan perawatan berkala harus dilakukan untuk menekan potensi kebutaan. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada 2010, diperkirakan 285 juta penduduk dunia mengalami gangguan penglihatan. Sebanyak 39 juta di antara mereka mengalami kebutaan. (Pro/H-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved