KEMENTERIAN Kesehatan (Kemenkes) memastikan bahwa tidak terjadi kasus penularan flu burung antarmanusia secara terbatas (limited human to human) di Tangerang. Pasalnya kedua korban yang telah dinyatakan positif mengidap flu burung (confirm) tersebut, terbukti tertular dari virus H5N1 yang ada di unggas.
“Kedua pasien confirm flu burung memiliki riwayat kontak dengan unggas yang dicurigai menjadi penyebab penularan,†ujar Kepala Badan Litbangkes Tjandra Yoga Aditama saat dihubungi kemarin.
Kedua pasien yang dimaksud Tjandra adalah TS, 40 tahun dan anaknya M, 2 tahun, yang telah meninggal dunia pada pekan kemarin. Kedua pasien yang tinggal di di Perumahan Puri Permata Taman Buah, Cipondoh, Tangerang itu terbukti positif mengidap flu burung berdasarkan hasil pemeriksaan sampel usap tenggorok (swap) dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) yang dilakukan di laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Kemenkes pada pekan lalu.
Untunglah setelah dilakukan tiga kali uji PCR di laboratorium Litbangkes, hasil pemeriksaan tehadap E, istri TS dan D, kakak TS, hasilnya menunjukan negatif flu burung. Padahal awalnya E merupakan ‘suspek’ flu burung. ‘Suspek’ adalah istilah dalam epidemiologis penyakit menular yang ditunjukan bagi orang yang terduga mengidap flu burung karena menunjukan gejala klinis flu burung, seperti demam dan memiliki riwayat kontak dengan sumber penyakit.
Saat ini kondisi E yang masih dirawat di RSUP Persahabatan, Jakarta, dikabarkan terus membaik.
Dugaan terjadinya limited human to human di Tangerang, sebetulnya bermula dari keterangan Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F. Moeloek sendiri. Pada pekan lalu, Menkes menjelaskan sebetulnya TS sudah sakit flu terlebih dahulu sebelum mengunjungi rumah orang tuanya di Bogor, Jawa Barat, pada 8 Maret lalu.
Kebetulan pemilik rumah di Bogor memang hobi memelihara unggas. Ketika keluarga tersebut berkunjung, diketahui terdapat seekor burung hantu di sana yang kedapatan mati mendadak. Sembilan hari kemudian M mengalami demam tinggi dan sempat dirawat di Eka Hospital dan dirujuk ke RSUP Persahabatan, Jakarta.
Dari keterangan Menkes, terbuka kemungkinan bahwa TS menulari anaknya sendiri M. Bila benar terjadi transmisi virus antarayah dan anak itu, maka itu masuk katagori limited human to human, karena penularan yang terjadi hanya terbatas karena penularan terputus di orang kedua.
Namun, Tjandra membatah hipotesa tersebut dan tetap menyatakan bahwa keduanya tertular virus H5N1 penyebab flu burung dari unggas, kendati dia tidak menyebut dari unggas yang mana.
Kasus limited human to human perlu diwaspadai karena hal itu merupakan pintu masuk terjadinya kasus flu burung. Bila sudah terjadi human to human, artinya potensi terjadi wabah flu burung yang meluas dan konsisten (pandemi) semakin terbuka lebar.
Kasus limited human to human di Indonesia sendiri pernah terjadi di Desa Kubu Simbelang, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, beberapa tahun yang lalu. Saat itu delapan orang yang berhubungan darah dinyatakan positif terinfeksi H5N1, dan tujuh di antaranya meninggal.
Kendati membantah telah terjadi limited human to human di Tangerang, Tjandra membenarkan bahwa kasus di sana masuk katagori flu burung berkelompok (cluster), karena terjadi pada lebih dari satu orang dan terjadi secara berdekatan.
Kasus cluster flu burung di Tangerang, sebetulnya bukan yang pertama terjadi di Indonesia. Sebelumnya, selain di Kabupaten Karo, kasus serupa antara lain juga terjadi di kasus cluster di Tangerang (Juli 2005), Bintaro Tangerang (September 2005), Lampung (Oktober 2005) dan Tangerang (November 2005).
Dengan adanya dua kasus positif di Tangerang, artinya, sejak 2005 di Indonesia sudah terdapat 199 kasus positif flu burung di negara kita. Indonesia merupakan negara terbanyak dengan kasus positif flu burung di dunia. Negara lain di bawah negara kita secara berurutan adalah, Mesir (175 kasus), Vietnam (127 kasus), Kamboja (56 kasus), dan China (47 kasus).