Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Belajar Mencintai Indonesia dari Koes Plus

Adiyanto
05/1/2018 17:55
Belajar Mencintai Indonesia dari Koes Plus
(ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal)

"SALAH satu 'dosa' Sukarno adalah pernah memenjarakan Koes Plus," begitu kelakar seorang kawan. Dia seorang aktivis mahasiswa di akhir 90-an dan juga penggemar Koes Plus. Saya cuma nyengir mengiyakan celotehnya.

Koes Plus yang dulu bernama Koes Bersaudara beranggatakan Nomo, Yok, Tony, serta Yon, merupakan saudara kandung dari trah Koeswoyo. Dua nama terakhir telah almarhum, Yon bahkan baru saja wafat, Jumat (5/1) subuh tadi, lantaran penyakit komplikasi yang dideritanya.

Di pertengahan 1960-an, mereka pernah merasakan dampak 'revolusi kebudayaan' yang digaungkan Bung Karno. Lantaran memainkan lagu-lagu 'ngak-ngik-ngok' rock n roll-an ala Beatles yang kala itu dianggap tak sesuai dengan budaya bangsa, Yon dkk bahkan harus mendekam kurang lebih empat bulan (Juni-September 1965) di penjara Glodok.

Namun, tebalnya tembok penjara tak menghalangi kreativitas Koes Bersaudara ini untuk tetap berkarya. Dari balik dinginnya lantai penjara, lahir sejumlah lagu, di antaranya Voorman dan Di Dalam Bui.

Hingga kini, jarang orang mengetahui alasan kenapa Yon dkk dijebloskan ke Hotel Prodeo. Apa cuma lantaran memainkan lagu-lagu The Beatles atau ada hal lain? Dalam salah satu episode Kick Andy yang tayang pada November 2008, Yok Koeswoyo mengungkapkan, kala itu ada upaya dari pemerintah Indonesia yang mulai berkonfrontasi dengan Malaysia untuk membentuk opini di negeri jiran bahwa pemerintah Indonesia 'benci' dengan Koes Plus, sehingga mereka akan lebih mudah jika disusupkan ke sana.

Dalam buku Kisah dari Hati: Koes Plus Tonggak Industri Musik Indonesia karya Ais Suhana disebutkan meski rencana ini batal lantaran peristiwa G30S PKI , taktik serupa tetap dilakukan untuk kasus di Timor-timur. Pada tahun 1974, demikian disebutkan di buku itu, di bawah rezim Orde Baru, Koes Plus dikirim ke sana untuk melihat bagaimana kecenderungan sikap politik masyarakat Timor-timur, apakah pro-Indonesia atau berkiblat ke Portugis (Portugal).

Tapi, apapun latar belakangnya, saya justru berterima kasih kepada 'si bung besar', presiden pertama Indonesia itu. Mungkin jika Koes Plus tidak dilarang dan tetap memainkan lagu-lagu barat, tidak akan pernah lahir lagu Nusantara I hingga IX yang bertutur tentang keindahan Tanah Air.

Lihatlah di sana
gunung yang tinggi
Lautan membiru,
lihatlah mereka
Selalu tetap bersatu

Reff:
Bumi nusantara yang indah
Agung dan mulia
Bumi nusantara
tiada bandingannya..

Sebuah lagu yang mengajak kita untuk selalu mencintai Indonesia...



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya