Headline
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
INDEKS ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia atau rasio Gini nasional menyusut karena pertumbuhan pengeluaran per kapita per bulan pada kelompok 40% populasi terbawah dan 40% populasi menengah lebih pesat ketimbang pada 20% populasi teratas.
“Indeks ketimpangan pengeluaran penduduk atau Gini ratio per September 2016 tercatat sebesar 0,394 atau turun dari posisi Maret 2016 0,397. Ini merupakan salah satu indikasi program pemerintah tepat sasaran. Program untuk memperhatikan 40% terbawah sudah mulai menunjukkan hasil,” kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro saat akan mengikuti rapat koordinasi di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, kemarin.
Program yang dimaksud tersebut ialah upaya pengentasan masyarakat dari kemiskinan seperti program keluarga harapan, kartu Indonesia sehat, kartu Indonesia pintar, dan dana desa.
“Selain program pengentasan kemiskinan, terpenuhinya infrastruktur dasar juga mendorong turunnya indeks ketimpangan,” tambahnya.
Pemerintah mencanangkan penurunan indeks ketimpangan berlanjut hingga tahun depan. “Mudah-mudahan kalau kita targetnya (sampai September 2017) 0,39. Tahun depan 0,38,” ungkap Bambang.
Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto dalam konferensi pers mengenai Gini ratio mengatakan ada tiga lapisan penduduk, yaitu 40% terbawah, 40% kelas menengah, dan 20% teratas.
Terdapat perbedaan kenaikan pengeluaran per kapita untuk setiap golongan, yaitu kenaikan pengeluaran per kapita untuk kelompok bawah dan menengah tumbuh lebih tinggi.
“Sebesar 40% terbawah tumbuh 4,56% lalu menengah tumbuh 11,69% dan 20% teratas tumbuh 3,83%. Jadi, kenaikan di level bawah dan menengah lebih tinggi. Itu alasan utamanya,” ujar Suhariyanto di kantornya di Jakarta, kemarin.
Rasio Gini tertinggi dalam 10 tahun terakhir terjadi pada September 2014, yakni 0,414. Padahal, sebelumnya ketimpangan pengeluaran secara nasional hanya berkisar 0,378 hingga 0,388. Sejak saat itu pemerintah fokus mengagendakan program penyusutan kesenjangan.
“Kuncinya ialah menurunkan ketimpangan kesempatan. Rasio Gini bisa tinggi karena adanya ketimpangan kesempatan mengakses pendidikan, akses kesehatan, akses modal, dan lapangan pekerjaan,” lanjut Suhariyanto.
Ia menekankan susutnya ketimpangan tahun lalu tidak lepas dari kemajuan program pemerintah untuk mendistribusi aset, melakukan upaya legalisasi lahan, mempermudah akses modal kerja, dan meningkatkan taraf pendidikan.
Di tingkat provinsi, Bangka Belitung menjadi provinsi dengan ketimpangan terendah, yakni 0,288. Ketimpangan tertinggi terjadi di Provinsi DI Yogyakarta, yaitu 0,425.
“Ada khasnya di Jogja, kelompok 20% terbawah hanya mendapat porsi 5,6% dari total pengeluaran. Ini terkait dengan pola konsumsi masyarakat terbawah di Jogja itu agak minimal, sedangkan di lapisan atas sudah mengikuti pola konsumsi lapisan atas,” jelas Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Sairy Habullah pada kesempatan yang sama.
Selain DIY, tercatat tujuh provinsi lainnya memiliki rasio Gini lebih tinggi daripada rata-rata nasional, yakni DKI Jakarta, Papua, Sulawesi Selatan, Papua Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Gorontalo. (X-11)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved