Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Kalah Berebut Rumput Laut

MI/Dero Iqbal Mahendra
05/5/2015 00:00
Kalah Berebut Rumput Laut
(ANTARA FOTO/Sahrul Manda Tikupadang)
INDONESIA merupakan penghasil rumput laut terbesar di dunia. Akan tetapi, industri rumput laut masih kalah bersaing dengan perusahaan luar negeri untuk mendapatkan bahan baku. Para pengusaha rumput laut mengeluhkan sulitnya mendapatkan bahan baku rumput laut. Mereka harus bersaing secara terbuka dengan para pengusaha dari Tiongkok yang berani membayar lebih mahal untuk memperoleh bahan baku rumput laut. "Tiongkok pengimpor rumput laut terbesar asal Indonesia, para pengusahanya mendapatkan stimulus sekaligus insentif dari negara mereka dari 15% hingga 35%. Hal tersebut menyebabkan industri dalam negeri harus berjuang keras untuk membeli bahan baku," keluh Wakil Ketua Asosiasi Industri Rumput Laut Indonesia Sasmoyo S dalam acara dialog pengusaha perikanan dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Jakarta, kemarin.

Menurut Sasmoyo, industri pengolahan (refinery) rumput lau di Tanah Air tidak bisa berkembang karena Tiongkok mengimpor 70%-80% bahan baku dari Indonesia. Untuk itu, dirinya berharap diberlakukan kebijakan bea keluar untuk komoditas rumput laut sehingga ia bisa bersaing dengan pengusaha Tiongkok. Susi Pudjiastuti mengungkapkan dirinya berencana mengembangkan refinery, sebab bila hanya menjual rumput laut secara mentah (raw) hasilnya tidak akan menguntungkan. Menurutnya, metode dan proses industri rumput laut dalam negeri sangat independen.

Untuk itu, pihaknya akan meniru Jepang dengan membuat kemitraan kuat di antara para produsen. "Saya pikir dengan anggaran budi daya hampir Rp4 triliun tahun depan paling tidak kita bisa bikin refinery pabrik beberapa buah yang dikelola antara BUMD dan pengusaha, jadi konsorsium," jelas Susi. Pada kesempatan berbeda, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo mengungkapkan pihaknya memang mengupayakan semaksimal mungkin agar rumput laut dikelola di dalam negeri yang salah satu caranya ialah dengan membuat pabrik-pabrik pengolahan di dalam negeri.

Kebijakan fiskal
Menteri Susi juga bertekad memperjuangkan fiskal dan insentif yang dibutuhkan pengusaha sektor kelautan dan perikanan agar dapat mengembangkan bisnis serta meningkatkan daya saing. "Kami ingin menjembatani dan memperjuangkan fiskal yang memberatkan pengusaha," kata Susi. Menurut dia, pihaknya telah menginstruksikan Dirjen Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama-sama dengan pengusaha untuk mendatangi Kementerian Keuangan dan Kementerian Perdagangan guna mengurangi sejumlah beban biaya fiskal.

Hal tersebut diamini Presiden Direktur PT Cendana Indopearls Joseph Taylor. Ia mengemukakan keluhannya akan tingginya pajak yang dikenakan ketika menjadikan mutiara ke perhiasan hingga 85% untuk dijual di pasaran dalam negeri. "Buat saya sedikit kurang masuk akal mutiara tetap masuk ke golongan barang mewah untuk produk lokal, dengan ditambah PPN biasa 10%, totalnya menjadi 85% pajak untuk konsumsi di dalam negeri sehingga menjadikan orientasinya ke ekspor saja," terang Joseph.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya