Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Menebak Hasil Akhir Divestasi Freeport

Raja Suhud/E-2
09/10/2017 08:38
Menebak Hasil Akhir Divestasi Freeport
(Sejumlah Haul Truck dioperasikan di area tambang terbuka PT Freeport Indonesia di Timika, Papua. -- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

BENARLAH adagium yang mengatakan (the) devil (is) in the detail, sesuatu yang terlihat mudah pada awalnya ternyata butuh waktu dan usaha lebih untuk mewujudkannya. Pemerintah dan Freeport McMoran memang sepakat tentang divestasi 51% saham Freeport Indonesia (PTFI) untuk pemerintah, pada 29 Agustus lalu. Namun, urusan waktu, mekanisme, atau tata cara dan valuasi masih harus dibicarakan lebih lanjut. Itulah yang kini mencuat di masyarakat, bahwa seakan-akan kesepakatan pemerintah dan Freeport kembali mentah.

Dalam negosiasi, biasa dikenal istilah ‘call tinggi’. Masing-masing pihak melemparkan permintaan jauh melampuai batas yang bisa diterima counterpart-nya. Namun, di sinilah keandalan negosiator dibutuhkan. Dia tidak hanya bisa mepertahankan teritoriumnya bila dimasuki lawan, tetapi juga harus bisa memundurkan lawan hingga akhirnya terdesak dan bahkan teritorium mereka terkunci.

Pada kasus surat Freeport yang harus dibaca ialah mereka ingin agar posisi memimpin atau rulling the company tidak terganggu. Karena itu, dibuatlah letupan bahwa mereka tidak ingin divestasi melalui private placement, tapi melalui skema penjualan saham di bursa. Dengan IPO, jumlah investor tersebar sehingga Freeport beserta sekondan mereka memegang tampuk kepemimpinan karena menjadi pemegang saham terbesar meski hanya dengan 49%. Letupan lainnya ialah pada valuasi harga. Freeport menginginkan agar valuasi menggunakan perhitungan hingga 2041.

Pemerintah tidak perlu ragu juga menerapkan call tinggi guna menekan kembali Freeport. Izin IUPK yang baru berlaku enam bulanan bisa jadi faktor penekan yang ampuh. Non-IPO merupakan harga mati. Valuasi hingga 2041 bisa saja diakomodasi sehingga dana yang dibutuhkan untuk akuisisi saham Freeport tidak terlalu jauh apabila menggunakan valuasi 2021.

Terhadap keinginan Freeport untuk tetap menjadi leader dalam perusahaan, itu bisa diakomodasi dengan memberikan konsensi pengelolaan operasional tetap di tangan mereka. Toh kontrol akhir ada di RUPS, dengan pemerintah sebagai pemegang saham terbesar memiliki hak veto. Jadi, demikianlah kira-kira hasil akhir dari babak kedua perundingan pemerintah dan Freeport. Pelepasan melalui mekanisme penjualan saham nonbursa, valuasi menggunakan skenario rendah, dan Freeport tetap memegang kendali operasional. Satu poin terakhir ialah dalam setiap negosiasi ada opsi agree to disagree atau sepakat untuk tidak bersepakat. Semoga ini bukan menjadi opsi yang dipilih. (Raja Suhud/E-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya