Ketika Etika FIFA Dipertanyakan

PENETAPAN Arab Saudi sebagai tuan rumah Piala Dunia 2034 memantik kontroversi. Bagaimana sebuah penunjukan yang katanya dilakukan melalui pemilihan tetapi tanpa pemilihan.

Presiden FIFA Gianni Infantino dikritik karena meninggalkan prinsip mendasar dari organisasi sepak bola dunia, yakni keadilan, transparansi, dan standar etika. Pimpinan asosiasi sepak bola dunia pun seperti dicokok hidungnya. Mereka tidak boleh berkata tidak dan harus menyatakan ‘ya’.

Kongres FIFA yang dilakukan secara virtual pada Rabu (11/12) lalu tidak ubahnya seperti pertunjukan sebuah kediktatoran. Infantino tampil di layar tanpa ada kehadiran satu pun orang di depannya. Para ketua asosiasi lebih dari 200 negara tampil dalam layar kecil di belakangnya.

Baca juga : Piala Dunia 2034 Resmi akan Digelar di Arab Saudi

“Tuan rumah Piala Dunia 2034 adalah Arab Saudi,” kata Presiden FIFA sambil membuka kertas yang dipegangnya dengan gambar bendera Arab Saudi di dalamnya. “Saya ingin melihat tepuk tangan dari para ketua asosiasi. Tolong diangkat tangannya supaya terlihat,” pinta Infantino yang bangga dengan aklamasi yang diterima.

Sebuah pertunjukan yang tidak pernah terbayangkan terjadi pada organisasi seperti FIFA. Ini semakin memperparah kredibilitas FIFA yang pernah tercoreng saat dipimpin Joseph Blatter ketika menetapkan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022. Penyelenggaraan Piala Dunia pertama yang diselenggarakan di Jazirah Arab itu disebut penuh dengan pelanggaran hak asasi manusia. Bagaimana para pekerja migran dipaksa melakukan 'kerja paksa', membangun stadion dalam cuaca yang tidak bersahabat, sehingga banyak yang menjadi korban.

Pemerintah Qatar tidak pernah mau memberikan kompensasi kepada pekerja migran yang meninggal saat membangun stadion untuk penyelenggaraan Piala Dunia itu. Semua larut dalam kegembiraan atas kesuksesan menjadi tuan rumah, bahkan lupa bahwa sejak awal penetapan Qatar sebagai tuan rumah pun sarat dengan permainan uang.

Baca juga : Neymar Dukung Arab Saudi jadi Tuan Rumah Piala Dunia 2034

Kasus korupsi dalam tubuh FIFA dibongkar oleh FBI. Pemerintah AS memberi kewenangan kepada FBI untuk melakukan penangkapan di luar wilayah Amerika karena merasa menjadi korban dari permainan uang sehingga gagal menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022. Presiden FIFA Sepp Blatter merupakan salah satu pejabat yang ditangkap.

Kritik mengenai pencalonan Arab Saudi sebagai tuan rumah Piala Dunia 2034 sebenarnya disampaikan Federasi Sepak Bola Norwegia dan Swiss. Mereka meminta FIFA untuk meninjau permohonan Arab Saudi karena rekam jejak pelanggaran HAM yang dilakukan negara itu.

Namun, negara seperti Inggris pun tidak mau menyatakan sikap secara terbuka. Apalagi Perdana Menteri Keir Starmer baru kembali dari kunjungan kenegaraan ke Arab Saudi. Ia meminta Football Association tidak menyampaikan kritik terhadap pencalonan Arab Saudi.

Baca juga : Arab Saudi Terdepan untuk Jadi Tuan Rumah Piala Dunia 2034

“Sepak bola adalah olahraga global dan milik semua. Komitmen kami terhadap keberagaman dan sikap inklusif dicerminkan pada penghormatan kepada semua, baik itu agama maupun budaya. Bersama FIFA dan UEFA, kami akan mendorong pihak tuan rumah agar penghormatan terhadap HAM bisa dijalankan,” ungkap pernyataan FA.

Infantino menegaskan pihaknya tidak menutup telinga terkait berbagai kritik yang disampaikan kepada lembaga yang dipimpinnya. Presiden FIFA itu berjanji untuk mengawal proses persiapan hingga pelaksanaan Piala Dunia 2034 agar sesuai dengan harapan semua pihak.

Menteri Olahraga Arab Saudi Abdulazis bin Turki al-Faizal menegaskan bahwa nilai yang berlaku di negara lain sama dengan yang berlaku di negaranya. “Saya merasa gembira atas penunjukan ini. Kami mengundang semua orang datang melihat langsung kerajaan kami agar paham bagaimana kultur bangsa kami,” tutur Abdulazis yang berpesta bersama rakyat Arab Saudi.

Baca juga : Ruben Amorim Akui Kewalahan Hadapi Set Piece Arsenal

Namun, banyak pihak meragukan dan menganggap FIFA telah melanggar standar etika. Lembaga itu tidak lagi menjunjung tinggi idealisme, tetapi larut dalam pragmatisme. Terutama uang telah membuat FIFA meninggalkan prinsip bahwa pembinaan sepak bola harus dilakukan secara benar kepada generasi muda di satu negara dan prestasi sepak bola harus merupakan buah dari proses pembinaan yang dilakukan.

Sekarang prinsip itu sudah mulai pudar. Demi popularitas dan menarik minat penonton datang ke stadion, mereka memperbolehkan setiap negara mendatangkan sebanyak-banyaknya pemain dari negara lain. Jalan pintas dianggap sebagai sesuatu yang lumrah dan tak terhindarkan. Yang penting kejuaraan bisa meriah sehingga uang bisa mengalir deras ke kantong FIFA.

 

Derbi Manchester 

Di tengah lapangan, pertandingan yang menarik pekan ini ialah derbi Manchester. Manchester City akan menjamu tetangganya, Manchester United. Pertarungan penuh gengsi, Minggu malam besok, sayangnya diwarnai prestasi buruk dari dua klub asal Manchester tersebut.

Pelatih City Josep Guardiola terus dihadapkan pada mimpi buruk. Tim asuhannya kembali harus menelan pil pahit, menyerah 0-2 dari Juventus di ajang Liga Champions. Tujuh kekalahan dalam 10 pertandingan belum pernah dialami Pep Guardiola selama menjadi pelatih.

Beruntung rekor lebih buruk dihadapi tetangganya, ‘Setan Merah’. Pelatih Ruben Amorim harus menerima kenyataan pahit, dua kali kalah berturut-turut di Liga Primer. Harapan indah ternyata lenyap begitu cepat dan pertandingan di Stadion Etihad besok malam akan menentukan tingkat frustrasi yang akan dihadapi pelatih baru asal Portugal itu.

“Saya tahu bahwa pekerjaan ini akan sangat berat,” aku Amorim. “Dan saya masih harus melewati perjalanan yang panjang itu.”

Cukup sudah bagi Amorim untuk mengukur kualitas anak-anak asuhannya. Pada pertandingan melawan the Citizens nanti dan juga pertandingan selanjutnya, ia harus yakin dengan 11 pemain terbaik yang dimiliki. Tidak bisa ia terus mengganti-ganti formasi pemain.

Di luar dugaan, Amorim tidak menurunkan Marcus Rashford sebagai starter saat menghadapi Arsenal dan Nottingham Forest. Padahal ia mengaku sangat terkesan kepada Rashford yang sudah menemukan kembali permainan terbaiknya dan menyumbangkan dua gol saat mengempaskan Everton 4-0.

Apalagi ia sudah memilih bermain dengan pola 3-4-3 yang belum terbiasa dimainkan ‘Setan Merah’. Pergantian pemain yang dilakukan setiap kali bertanding membuat para pemain harus menyesuaikan lagi permainan mereka.

Kalau besok malam Manchester United sampai kembali kalah, itu akan menciptakan krisis kepercayaan diri dari para pemain. Kehadiran Amorim akan dirasakan tidak memberikan perubahan apa pun, bahkan lebih buruk dari pelatih Erik ten Hag yang dipecat.

Perjuangan Amorim akan semakin berat karena Pep Guardiola pasti juga tidak mau tim asuhannya semakin terpuruk. Manchester City harus segera bangkit apabila tidak ingin gagal, baik di ajang Liga Primer maupun Liga Champions.

Tantangan terbesar yang dihadapi Pep Guardiola sekarang ini ialah krisis kepercayaan diri pemain. Bagaimana materi tim yang sebelumnya begitu mudah untuk mencetak gol, mendadak tumpul. Padahal pemain yang ia turunkan nyaris sama dengan tim yang empat kali berturut-turut menjuarai Liga Primer.

Hanya satu pemain yang harus absen hingga akhir kompetisi karena cedera yakni pemain terbaik dunia, Rodrigo Hernandez. Akan tetapi, Manchester City sekarang ini berbeda dan jauh lebih buruk daripada Manchester City yang kita kenal.