Ketika Arsenal tanpa Mesut Oezil

TUJUH tahun masa kegelapan pernah dialami oleh Arsenal. Setelah mengangkat Piala FA pada 2005, nyaris tidak ada lagi prestasi besar yang ditorehkan hingga 17 Mei 2014.  Pelatih Arsene Wenger dibiarkan menghadapi keruntuhan tim yang pernah dibesarkannya.

Pihak manajemen the Gunners tidak peduli ketika para pemain bintangnya pindah ke klub-klub lain. Klub yang paling banyak menarik anak didik Wenger ialah Manchester City. Bahkan salah satu andalannya, Robin van Persie, juga dibiarkan pergi ke Manchester United.

Tak mengherankan apabila para pendukung the Gunners menanti dengan berdebar-debar ketika September 2013 ada negosiasi untuk menarik gelandang serang asal Jerman, Mesut Oezil, ke Stadion Emirates. Oezil dianggap sebagai dewa penyelamat bagi pendukung the Gunners. Mereka menunggu di depan Stadion Emirates untuk mengetahui hasil akhir negosiasi yang sedang berlangsung di dalam kantor Arsenal. Kegembiraan pun meledak ketika Oezil benar-benar menetap di London Utara.

Oezil ketika itu memang merupakan superstar yang bonafide. Ia salah satu bintang yang sedang bersinar di Real Madrid. Kehadiran Oezil diyakini menjadi titik awal kebangkitan Arsenal. Pemain berdarah Turki ini bisa menjadi pengganti pemain-pemain bintang mereka yang telah bertebaran ke klub-klub lain.

Memang Oezil seorang bintang besar. Kehadirannya mengubah gaya permainan Arsenal. Dengan teknik bermain bolanya yang tinggi, Oezil menggembalikan the Gunners sebagai klub besar yang pantas untuk disegani.

Visi permainannya yang jauh ke depan membuat ia bisa mengubah hasil pertandingan. Sepak bola efisien yang dimainkannya membuat Oezil tidak pernah mau berbenturan dengan pemain lain. Gayanya yang elegan di tengah lapangan membuat permainan menjadi enak untuk ditonton.

Apalagi ia merupakan pemain yang tidak egois. Meski sudah di depan kiper lawan, apabila melihat ada rekannya lebih bebas dan bisa lebih besar peluangnya untuk mencetak gol, Oezil tidak pernah ragu untuk mengoperkan bola yang ada di kakinya.

Pernah pada satu pertandingan, Oezil mendapatkan operan bola dari Jack Wilshere. Ia sambut operan itu dengan bahunya dan kemudian jatuh di kakinya. Pemain lain biasanya segera menggiring bola itu dengan cepat masuk ke kotak penalti. Namun, Oziel tidak. Ia hanya berjalan pelan untuk melihat posisi Oliver Giroud.

Meski saat itu baru 12 hari mereka berlatih bersama, keduanya saling paham bagaimana harus bergerak. Dengan posisinya yang sudah bebas, Oezil memberikan umpan matang kepada Giroud yang datang dari belakang dan dengan sekali tendangan, gol!

Tujuh musim bersama Arsenal, Oezil ikut mempersembahkan tiga Piala FA bagi the Gunners. Kalau pekan lalu Oezil memilih pindah ke klub masa kecil, Fenerbahce, karena ia merasa tidak dibutuhkan lagi oleh pelatih Mikel Arteta. Oezil memang tidak pernah dimasukkan ke tim, bahkan sebagai pemain cadangan sekali pun.

Menghadapi Setan Merah

Besok dini hari nanti, Arsenal untuk pertama kalinya tampil tanpa Oezil di dalam tim. Mereka akan menjamu salah satu musuh besarnya, Manchester United, di Stadion Emirates. Arteta tidak merasa harus kehilangan Oezil karena prestasi tim asuhannya sedang menanjak. Dalam enam pertandingan terakhir, hanya sekali ditahan seri.

Manchester United yang akan mereka jamu bukan lagi tim yang menakutkan seperti zaman Alex Ferguson dulu. Dalam empat kali pertemuan terakhir, Arsenal meraih tiga kemenangan termasuk kemenangan 1-0 pada November lalu.

Satu yang menjadi pemikiran Arteta ialah lima pemainnya yang mengalami cedera. Tiga di antara Steve Rowe, Thomas Partey, dan Kieran Tierney merupakan pemain andalannya.

“Steve Rowe mengalami cedera sejak tampil di Piala FA. Ototnya tertarik sehingga terpaksa saya tarik keluar. Demikian juga dengan Tierney dan Thomas, mereka seperti mengalami kram,” ujar Arteta.

Kalau Rowe tidak segera pulih dari cederanya, Arteta pantas berharap kepada pemain muda, Joe Willock, untuk menggantikannya. Peran Rowe sangat penting karena ia menjadi second striker di belakang Alexandre Alcazette.
Duet keduanya membawa Arsenal mampu bangkit dari kegagalan di ajang Piala FA dengan membalas kekalahan untuk membungkam Southampton 3-1, Selasa lalu. Pola 4-2-3-1 membuat Arsenal mampu menjaga keseimbangan antara bertahan dan menyerang. Apalagi jika Nicolas Pepe dan Bukayo Saka main apik sebagai penyerang sayap. Mereka melengkapi gol kemenangan yang dicetak Alcazette untuk membalas kekalahan 0-1 dari Southampton di ajang Piala FA, akhir pekan lalu.

Arteta juga harus memikirkan pengganti Partey apabila gelandang bertahan asal Ghana itu belum pulih dari cedera. Pemain yang ditarik dari Atletico Madrid ini sangat efektif sebagai breaker tim lawan. Pilihan terbaik yang ada ialah pemain asal Mesir, Mohamed Elneny.

Bersama Granit Xhaka, Elneny harus berjibaku untuk memenangi pertarungan di lapangan tengah. Tugas utama yang harus dijalankan ialah menjaga pergerakan playmaker ‘Setan Merah’, Bruno Fernandes. Keberhasilan untuk membatasi ruang gerak gelandang asal Portugal itu akan menjadi kunci penentu bagi Arsenal untuk bisa mempertahankan tren tidak terkalahkan dalam enam pertandingan terakhir Liga Primer.

Tersandung kerikil

Manchester United yang tidak pernah terkalahkan dalam 13 pertandingan terakhir, Rabu malam terpeleset batu kerikil saat menjamu klub peringkat buncit, Sheffield United, di Old Trafford. Kekalahan menyesakkan 1-2 yang harus mereka alami, membuat perjalanan ke London menjadi berat. Mereka harus bangkit dari kekalahan melawan klub yang trennya sedang menanjak.

Mantan bintang ‘Setan Merah’ Rio Ferdinand mengkritik konsistensi permainan bekas klubnya. Pelatih Ole Gunnar Solskjaer dinilai salah dengan menempatkan Paul Pogba dan Nemanja Matic yang bermain terlalu bertahan. Akibatnya, daya gedor ‘Setan Merah’ turun jika dibandingkan dengan ketika menjamu Liverpool di ajang Piala FA.

Solskjaer memang tidak kunjung menemukan formasi terbaiknya. Padahal, Pogba lebih cocok dipasangkan dengan pemain muda seperti Scott Mc- Tominay atau Fred. Bersama Matic, karakter permainannya menjadi sama dan tidak memberikan warna yang berbeda kepada permainan tim.

Pelatih asal Norwegia itu juga terlalu terpaku kepada Anthony Martial. Padahal, penyerang asal Prancis ini sedang kehilangan ketajamannya. Penyerang baru Edison Cavani justru memberi warna yang berbeda karena sangat aktif bergerak dan tidak pernah lelah untuk menjemput bola dari lapangan tengah.

Solskjaer seharusnya lebih percaya kepada prinsip ‘don’t change the winning team’. Kalaupun perlu ada rotasi dilakukan secara minor sehingga tidak merusak konsistensi permainan tim.

Di masa Alex Ferguson pun, Solskjaer tidak pernah masuk sebagai pemain inti dan hanya menjadi ‘super-sub’. Hasilnya permainan ‘Setan Merah’ selalu konsisten di masa pelatih legendaris itu.

Besok dini hari nanti, Solskjaer seharusnya berani untuk memercayakan kembali Cavani sebagai ujung tombak. Martial kalau mau diturunkan digeser sebagai penyerang sayap. Tinggal pilihannya mengorbankan Marcus Rashford atau Mason Greenwood sebagai penyerang sayap kedua.

Kuartet bersama Fernandes akan membuat bukan hanya gelandang bertahan Arsenal bekerja keras, melainkan empat pemain belakang tuan rumah Cedric Soares-David Luiz-Rob Holding-Hector Bellerin harus disiplin menjaga daerahnya.

Absennya Tierney dan Partey seharusnya bisa dimanfaatkan para pemain ‘Setan Merah’ untuk lebih banyak mengancam gawang Bernd Leno. Manchester United tidak punya pilihan lain, kecuali menang apabila ingin kembali ke jalur juara. Di putaran kedua yang menentukan, tidak boleh lagi dikenal eksperimen.

Solskjaer seharusnya berkonsentrasi membenahi barisan belakang. Duet Harry Maguire dan Victor Lindelof maupun Eric Bailly masih banyak titik lemahnya. Center-back Manchester United lemah dalam koordinasi, baik dalam memotong umpan terobosan lawan maupun ketika dua bek sayap Luke Shaw dan Aaron Wan-Bissaka gagal menghadang serangan sayap lawan. Akibatnya, kiper David de Gea sering dihadapkan kepada ancaman langsung dari lawan.

“Saat menghadapi Sheffield sebenarnya kami menguasai permainan dan menekan lawan. Namun, sayangnya gol yang diharapkan tidak pernah datang. Semoga kali ini semua bisa lebih baik,” harap Solskjaer.