LONJAKAN kasus intoleransi sepanjang 2024 hingga pertengahan 2025 menjadi alarm serius bagi masa depan keberagaman di Indonesia. Data Setara Institute mencatat 260 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) dengan 402 tindakan intoleransi hanya dalam kurun waktu satu tahun—naik signifikan dibanding tahun sebelumnya. Kasus-kasus itu mencakup pembubaran ibadah, penggerebekan retret pelajar, hingga perundungan bernuansa agama di sekolah. Intoleransi kini bukan lagi wacana pinggiran, tetapi gejala nyata yang mengakar dalam kehidupan sehari-hari.
Yang mencemaskan, pelaku intoleransi bukan hanya individu atau kelompok masyarakat, tetapi juga melibatkan institusi negara. Setara mencatat lebih dari 150 tindakan dilakukan oleh aktor negara, termasuk aparat keamanan dan pemerintah daerah. Hal ini menunjukkan bahwa intoleransi bukan sekadar persoalan sosial, tetapi sudah menembus struktur birokrasi dan penegakan hukum. Di sisi lain, pernyataan tegas dari pemerintah pusat masih minim, padahal praktik diskriminatif terus terjadi dan menyasar kelompok-kelompok rentan, termasuk anak-anak dan minoritas keagamaan.