ICW: Akses Penanganan Perkara di Kejaksaan Agung Kurang Terbuka
Cahya Mulyana
01/10/2015 00:00
(MI/Susanto)
Indonesian Corruption Watch menilai Kejaksaan kurang terbuka atas informasi penanganan perkara. Sehingga itu menyebabkan lemahnya pengawasan atas masyarakat terhadap kinerja Kejaksaan.
"Akses informasi penanganan perkara Kejaksaan sangat lemah, akibatnya pengawasan ayas kinerjanya pun sama. Maka kami meminta Kejaksaan membuka akses itu untuk masyarakat tahu kelanjutan penangan setiap perkara dan sekaligus bisa mengawasinya," ujar Peneliti ICW Wana Alamsyah di Kejaksaan Agung.
Ia menjelaskan Kejaksaan Agung bersama jajaranya seperti Kejaksaan Tinggi dan jajaranya untuk memberikan informasi atas perkara yang ditangani. Selama ini, Kejaksaan terkesan tertutup dan menutup diri dari masyarakat untuk mengetahui kierja penindakan.
"Contohnya, ICW yang kerap memita data dan informasi, terakhir hanya memiliki tahun 2013 saja. Itu pun, dari 1646 perkara hanya 364 masuk ke penyidikan atay 22,1% sementara 1282 entah apa statusnya. Sehingga ICW mencatat Kejaksaan hanya mengakses informasi ke publik setiap tahunnya dikisaran 20-30% saja," terangnya.
Menurutnya, Kejaksaan sudah memiliki Sistem Informasi Kejaksaan RI (Simkari) yang berfungsi menyimpan, mengelola dan menyajikan perkara korupsi untuk diakses masyarakat. Namun media yang menghabiskan Rp131 miliar itu tidak berjalan optimal dengan menyajikan data akurat.
"Fakta dan data selama ini, ICW menilai Kejaksaan kurang transparan. Sehingga ICW menuntut dan meminta berdasarkan UU nomor 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik untuk bisa transparan dengan mempublikasi nama kasus, tanggal penangana , inisial tersangka, kerugian, dan setiap proses penyidikan dan pelimpahannya,"ujarnya.
Wana mengatakan ICW juga meminta Kejaksaan dan jajaranya untuk publikasi anggaran setiap tahun. "Sebab informasi yang dibutuhkan untuk masyarakat sadar kinerja Kejaksaan tidak bertentangan dan dikecualikam dengan UU KIP, namun lebih disarankan untuk dibuka setransparam mungkin," tegasnya.
Sementara itu Kepala Pusat Penerangan Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Amir Yanto mengatakan pihaknya sudah memberikan akses seluas mungkin kepada masyarakat untuk meminta informasi terkait penanganan perkara. Namun demikian memang terdapat hambatan dalam penyediaan informasi selama ini diakibatkan kekurangan sumber daya manusia.
"Saya kurang tahu gak maksimal itu kenapa, itukan urusan IT. Kemudian itu diakibatkan kekurangan SDM bukan hanya di pelayanan Simkari namun juga di daerah, pengawal tahanan dan sebagainya masih kurang," tepisnya.
Kejaksaan Agung sudah melakukan perbaikan, sambung Amir, dengan mengoptimalkan kinerja. Namun hal itu belum signifikan karena terhambat oleh kebijakan pemerintah.
"Kita sudah ajukan permintaan penambahan SDM ke Kemenpan RB (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) namun masih moratorium. Jumlah Jaksa kita baru ada 8000 orang dan itu masih kurang, belum lagi diposisi lain juga sama," tukasnya. (Q-1)