Kepala Daerah Bermasalah Negoisasi Jadi Lumrah

KEPALA daerah semestinya punya ketegasan dan sikap yang dominan, baik terhadap birokrasi maupun DPRD.

Bila kepala daerah 'tidak bersih', dia tidak akan bisa membersihkan lingkungan politiknya.

Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Ekonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng, menganggapi ditahannya Gubernur Sumatera Selatan Zumi Zola oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Stabilitas daerah, selama ini memang sangat tergantung pada dukungan dari partai-partai anggota parlemen, dalam hal ini DPRD. Itu yang membuat kepala daerah mudah untuk berkompromi karena basis politik di dewan dihitung dari kursi partai koalisi yang tidak memadai. 

Sehingga kepala daerah mudah tergoda dan ditekan oleh DPRD serta para pengusaha.

"Ketegasan sikap kepala daerah menjadi kunci termasuk tegas untuk mengatakan tidak kepada berbagai praktik penyelewengan," ujar Robert saat dihubungi di Jakarta, Senin (9/4).

Sesungguhnya di UU Nomor 23 tahun 2014 mengenai Otonomi Daerah, dalam proses pembahasan APBD, kepala daerah sebenarnya tidak selalu harus menuruti DPRD. Terlebih bila DPRD sudah memberi sinyal menyandera proses pembahasan persetujuan RAPBD. 

Kepala daerah bisa kembali menggunakan pagu anggaran tahun lalu.

Namun Robert mengakui yang kini sering terjadi, kepala daerah cenderung tidak menggunakan modal UU ini, dan malah mau bernegosiasi dengan DPRD. Pada proses tidak menutup kemungkinan selalu terjadi tawar menawar.

Transparansi pembahasan sebenarnya bisa dijadikan senjata kepala daerah untuk mendapat dukungan publik. Bila dia membuka dokumen RAPBD dan transparan dalam pembahasan, berbagai dukungan bisa dia dapatkan, saat ditekan oleh elite DPRD.

"Transparansi menjadi kunci. Tetapi kalau kepala daerah juga tertutup, dukungan ini tidak akan terjadi," tegasnya.

Terlebih bila kepala daerah dari awal sudah bermasalah, tidak heran akan sulit untuk menegakkan aturan. (OL-2)