Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) tak mendukung aturan hukum tindak pidana korupsi masuk Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Komisi antirasywah menilai aturan tentang korupsi harus dibuat aturan hukum sendiri karena sifat kejahatannya yang dinamis dan terus berubah.
"Karena sering kali perkembangannya dinamis. Kalau itu dimasukkan KUHP untuk melakukan perubahan, itu agak lebih sulit karena KUHP itu merupakan kodifikasi," kata Wakil Ketua KPK Laode Syarif di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, seperti dilaporkan metrotvnews.com, kemarin (Kamis, 15/6).
Laode menyebut hal ini tidak hanya berlaku untuk korupsi, tetapi untuk semua kejahatan luar biasa. Termasuk narkoba dan terorisme yang juga sama berkembang pesat modelnya.
Bila dituangkan ke dalam KUHP, aturan hukum kejahatan luar biasa ini akan sulit untuk dimutakhirkan. "KPK beranggapan bahwa sebaiknya UU Tipikor, UU Terorisme, UU Narkotika itu ada di luar KUHP," kata dia.
Rencana memasukkan aturan tindak pidana korupsi ini muncul dalam rapat Panitia Kerja (Panja) KUHP. Pihak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat telah sepakat aturan korupsi masuk kitab hukum. Pemerintah menyetujui hal ini karena menilai UU Tipikor yang <>lex specialis harus ada penafsiran hukum yang bersifat umum dalam KUHP.
Sementara itu, Rabu (14/6), dalam rapat Panitia kerja RUU KUHP, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly menyampaikan sejumlah alasan terkait rencana memasukkan delik korupsi dan pidana luar biasa lainnya dalam KUHP.
Yasonna menegaskan intensi pemerintah mencantumkan itu hanyalah untuk merangkum seluruh jenis tindak pidana ke KUHP. Tindak pidana khusus yang dimasukkan ke KUHP merupakan pidana korupsi, narkoba, serta pelanggaran HAM, baik genosida serta kejahatan perang.(Ant/P-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved