Headline

Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.

Fokus

Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.

Pancasila untuk Tangkal Radikalisme

Bayu Anggoro
02/6/2017 10:06
Pancasila untuk Tangkal Radikalisme
(Sejumlah seniman dan warga menari saat melepas balon untuk merayakan hari lahir Pancasila di pelataran Monumen Bajra Sandhi, Denpasar, Bali---ANTARA/Nyoman Budhiana)

WALI Kota Bandung, Ridwan Kamil, mengaku sedih melihat minimnya porsi pendidikan Pancasila di sekolah. Hal itu berdampak pada adanya siswa yang sifatnya jauh dari nilai-nilai Pancasila. Bahkan, ada siswa terdoktrin istilah-istilah yang tidak mencerminkan Pancasila.

Oleh karena itu, ia berharap pendidikan Pancasila terus dikembangkan di masyarakat dan pembelajaran ideologi negara tersebut lebih ditingkatkan di sekolah.

Ia mengusulkan melalui momentum peringatan Hari Lahir Pancasila, 1 Juni, dilakukan peningkatan pemahaman Pancasila di kalangan masyarakat, khususnya generasi muda. "Pancasila jangan jadi pemadam kebakaran. Jangan pas ada problem, baru diskusi (tentang Pancasila)," ujar Emil --panggilan akrab Ridwan Kamil-- seusai memimpin upacara peringatan Hari Lahir Pancasila, di Bandung, kemarin (Kamis, 1/6).

Untuk memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, dia mengimbau agar ulama memberikan dakwah yang ramah. "Menghindari dakwah yang keras," katanya.

Di sisi lain, Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rasyidi mengusulkan agar pendidikan Pancasila dijadikan mata pelajaran tersendiri, terpisah dari pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN).

"Saat ini, kita lihat Pancasila sebagai dasar negara sudah mulai luntur di sekolah. Bahkan, ideologi berbau radikalisme dan intoleransi sudah mulai masuk ke lembaga pendidikan," ujar Unifah di Jakarta, kemarin.

Pemisahan antara mata pelajaran PPKN dan Pancasila perlu dilakukan karena saat ini PPKN hanya sebatas mempelajari administrasi kenegaraan, serta Pancasila tidak lagi dijadikan dasar perilaku bangsa dan negara.

Reaktualisasi
Dia menambahkan, idealnya Pancasila menjadi jiwa keseluruhan bangsa dalam bertindak. Untuk itu, perlu dilakukan reaktualisasi nilai-nilai Pancasila.

"Selain reaktualisasi Pancasila di dalam kelas juga harus ada praktiknya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, upacara bendera yang kini tidak setiap sekolah melaksanakannya."

Oleh karena itu, dia meminta agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Agama melakukan kajian reaktualisasi nilai Pancasila.

Di lain pihak, Ketua PB PGRI Sugito menambahkan, PGRI juga berharap Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dapat menjadi benteng menangkal paham radikalisme yang tengah berkembang. "Kalangan OSIS mesti dibekali pelatihan dan wawasan kebangsaan," cetusnya.

Hemat dia, radikalisme yang tumbuh tidak selalu karena masalah agama, tetapi juga akibat kurangnya keteladanan para pemimpin, jurang ekonomi yang lebar, kemiskinan, dan ketidakadilan. "Nah, pemerintah kita harus terus meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dalam tangkal radikalisme ini, sebab jika kemiskinan meningkat dan tidak ada keteladanan yang baik, maka benih radikal akan selalu ada."

Menanggapi hal itu, Kepala Pusat Penilaian Pendidikan (Kapuspendik), Kemendikbud, Nizam, berpendapat untuk menekan intoleransi di sekolah tidak hanya melibatkan satu mata pelajaran. Upaya tersebut dapat dilakukan jika tenaga pendidik mampu menanamkan pendidikan karakter dan kebangsaan terhadap para siswa.

Pengamat pendidikan dari Federasi Serikat Guru Indonesia Suparman menilai yang diperlukan dalam menangkal radikalisme ialah pengamalan nilai dari Pancasila.

"Bisa saja (memisahkan pendidikan Pancasila), namun akan lebih tepat kalau semua guru mengamalkan nilainya dan membuat anak-anak bertumbuh dalam Pancasila," ungkap dia.(Bay/Ric/S-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya