Kondisi Geografis Sulitkan Penanganan Pascagempa di Boven Digul

BEBERAPA kendala harus dihadapi dalam penanganan darurat pascagempa bermagnitudo 7,6 di Kabupaten Boven Digoel, Papua pada Senin (26/2) lalu. Salah satu kendala yaitu kondisi medan yang berbukit-bukit. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Papua Weliiam R. Manderi.

"Minim sarana komunikasi juga menyulitkan koordinasi di lapangan," ujar Weliiam melalui siaran pers, Selasa (27/2).

Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan laporan dari Badan Penanganan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Papua kebutuhan mendesak yang diperlukan para korban pascagempa yaitu makanan, suplai air, dan pelayanan medis termasuk tenaga medis, peralatan dan obat-obatan.

"Hingga kini, BPBD bekerja sama dengan Polres Boven Digoel dan Humas Pemda setempat untuk melakukan kaji cepat," ujar Sutopo di Jakarta, Selasa (27/2).

BPBD provinsi, sambungnya, telah mendorong logistik ke Kabupaten Boven Digoel. Polres dan TNI setempat pun melakukan evakuasi masyarakat yang terdampak bencana.

Dikatakan Sutopo, data sementara menyebutkan 4 rumah, 1 masjid, dan 1 puskemas rusak di Distrik Mindiptanah, 2 rumah rusak dan 1 bangunan PDAM rusak berat di Waropko, sedangkan 1 rumah, 1 sekolah dan 1 kantor distrik rusak di Arimop. Di samping kerusakan, gempa memicu longsor dan kerusakan jalan di Waropko. "Hingga kini, kaji cepat masih terus dilakukan oleh otoritas setempat," ucapnya.

Sebelumnya, gempa bermagnitudo 7,6 terjadi pada Senin, 26 Februari 2018, pukul 02.44 WIT dengan titik pusat gempa 266 km arah tenggara Kota Boven Digoel. Kedalaman gempa sekitar 17 km. Dampak gempa teridentifikasi di wilayah Distrik Mindiptanah, Waropko dan Arimop.

Hingga kini Kabupaten Boven Digoel belum memiliki BPBD sebagai organisasi yang bergerak di bidang penanggulangan bencana. (OL-3)