Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

AS Diminta Lebih Menghormati Iran

Tesa Oktiana Surbakti
21/5/2019 19:25
AS Diminta Lebih Menghormati Iran
Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif(AFP)

SEORANG pejabat tinggi Iran meminta Amerika Serikat (AS) untuk bernegosiasi dengan rasa hormat, bukan melemparkan ancaman perang. Presiden AS, Donald Trump, telah mengeluarkan peringatan yang tidak menyenangkan kepada Teheran melalui jejaring sosial Twitter.

Perang kata-kata pada Senin (20/5) waktu setempat, mengemuka ketika kantor berita semi-resmi Tasnim melaporkan pemerintah Iran sejalan dengan keputusan sebelumnya, yakni mengurangi beberapa komitmen dalam perjanjian nuklir 2015.

"Iran berdiri tegak selama ribuan tahun ketika seluruh agresor pergi. Terorisme ekonomi dan ejekan genosida tidak akan membuat Iran berakhir," bunyi cuitan Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif, dalam akun Twitter-nya.

"Jangan pernah mengancam bangsa Iran. Cobalah lebih menghormati!" imbuhnya.

Pernyataan Zarif menanggapi seruan Trump kepada Iran agar tidak mengancam AS.

"Apabila Iran ingin berperang, itu akan menjadi akhir dari Iran. Jangan prnah mengancam AS lagi," lanjut Trump masih dalam cuitannya.

Pada Senin waktu setempat, Trump menegaskan Iran akan bertemu dengan kekuatan besar, jika berupaya mengusing kepentingan AS di Timur Tengah. Meski menuding Teheran sangat berlawanan dengan Washington, namun kepada wartawan, Trump mengatakan pihaknya siap melakukan negosiasi, tentunya ketika Iran.

Beberapa jam kemudian, Presiden Iran, Hassan Rouhani, menyatakan pihaknya cenderung menyukai diplomasi dan negosiasi, namun tidak saat ini.

"Situasi yang terjadi tidak layak untuk pembicaraan. Kami lebih memilih perlawanan," tegas Rouhani dalam pemberitaan IRNA.

Hubungan antara Washington dan Teheran memburuk dalam setahun terakhir. Kondisi itu dipicu penarikan diri AS dari Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), sebuah perjanjian internasional yang menawarkan bantuan sanksi Iran, dengan imbalan pembatasan program nuklir. Sejak keluar dari kesepakatan penting, Trump memperketat sanksi terhadap Iran dan berupaya menekan produksi minyak domestik.


Baca juga: Pelaku Penyerangan Masjid Christchurch Didakwa Terorisme


Awal bulan ini, Rouhani menanggapi sejumlah langkah AS. Dia menegaskan negaranya tidak akan mematuhi batas kesepakatan yang menyasar stok cadangan uranium. Di bawah pakta tersebut, Teheran diizinkan untuk menimbun uranium maksimal 300 kilogram (kg).

Negara itu juga diminta mengekspor kelebihan stok ke negara lain, baik untuk disimpan maupun dijual. Isi perjanjian juga memungkinkan Iran memperkaya uranium pada 3,67%, level yang sesuai untuk pembangkit listrik tenaga nuklir dan jauh di bawah 90% tingkat senjata.

Iran mengancam menarik diri secara bertahap dari perjanjian nuklir 2015. Dengan catatan, jika negara-negara mitra lain yang tergabung dalam kesepakatan, yakni Inggris, Tiongkok, Prancis, Jerman dan Rusia, tidak membantu Iran untuk menghindari sanksi AS.

Pada Senin waktu setempat, baik kantor berita semi-resmi Tasnim dan Fars, melaporkan produksi uranium berkadar rendah meningkat empat kali lipat. Hal itu diungkapkan juru bicara Badan Nuklir Iran, Behrouz Kamalvandi. Dia menjelaskan Badan Energi Atom Internasional (IAEA), telah mendapat informasi mengenai langkah tersebut.

"Tidak lama lagi kami akan melewati batas 300 kg uranium berkadar rendah. Sebaiknya pihak lain segera melakukan apa yang perlu dilakukan," pungkas Kamalvandi, merujuk sejumlah langkah dari kekuatan lain yang bisa melindungi ekonomi Iran dari sanksi Negeri Paman Sam.

Lebih lanjut, dia mengatakan percepatan mesin pengayaan centrifuge milik Iran masih dalam batas kesepakatan Nuklir. Dia pun menekankan Iran sebenarnya tidak memiliki niat untuk keluar dari perjanjian internasional. (Aljazeera/OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya