Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
MENTERI Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif, tokoh yang memimpin negosiasi perjanjian nuklir 2015, mengundurkan diri via media sosial Instagram, Senin (25/2). Namun, Zarif baru akan resmi meninggalkan jabatannya jika pengunduran diri tersebut diterima Presiden Hassan Rouhani.
"Saya meminta maaf atas ketidakmampuan saya untuk terus menjabat, dan untuk segala kekurangan selama saya bertugas," tulis Zarif di akun Instagram, seperti dilansir dari kantor berita AFP.
Zarif juga berterima kasih kepada semua warga Iran dan "para pejabat yang terhormat" atas dukungan mereka semua "dalam 67 bulan terakhir."
Pengunduran diri Zarif dikonfirmasi seorang sumber. Namun kepala staf Rouhani membantah keras sang presiden telah menerima pengunduran diri tersebut.
Sejumlah anggota parlemen telah mendesak Rouhani agar tidak menerima pengunduran diri Zarif.
"Tentu saja warga dan pemerintah Iran tidak akan mendapat keuntungan dari pengunduran diri ini," kata Mostafa Kavakebian, seorang anggota parlemen Iran.
Baca juga: Pemimpin Korut Kim Jong Un Tiba di Vietnam
"Banyak anggota parlemen yang mendesak presiden agar tidak pernah menerima pengunduran diri tersebut," lanjut dia di Twitter.
Kepala komisi keamanan nasional dan kebijakan luar negeri Iran mengatakan kepada media ISNA bahwa rencana pergi ke Jenewa bersama Zarif pada Senin (25/2) siang telah dibatalkan tanpa alasan jelas.
"Tiba-tiba saya mendapat pesan bahwa perjalanan tersebut dibatalkan," sebut Heshmatollah Falahatpiseh
Menurutnya, ini bukan kali pertama Zarif mengungkapkan keinginannya untuk mengundurkan diri.
"Tapi kali ini keinginannya itu diungkapkan ke seluruh publik, yang artinya dia ingin presiden menerimanya," ungkapnya.
Zarif, 59, telah menjadi Menlu Iran di bawah Rouhani sejak Agustus 2013.
Sejak saat itu, Zarif terus mendapat tekanan dan kritik dari sejumlah tokoh garis keras yang menentang kebijakannya yang dipandang terlalu lembek terhadap dunia Barat.
Posisinya di dunia politik Iran mendapat pukulan hebat usai Presiden Amerika Serikat Donald Trump menarik diri dari perjanjian nuklir 2015 pada Mei tahun lalu. Keuntungan dari perjanjian itu menjadi semakin tidak signifikan, karena perekonomian Iran justru kian merosot. (Medcom/OL-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved