Hangatnya Cinta Ayah: Belajar Bersama Anak di Hari Anak Nasional

MESKI mentari belum tinggi, kehangatan khas Desa Tenggarong sudah mulai terasa pagi itu. Rumah Anak SIGAP dipenuhi tawa anak-anak dan obrolan ringan para orang tua. Sebagian besar yang hadir adalah ibu muda dan beberapa nenek; ada pula yang menggendong bayi sambil mendampingi anak mereka yang lebih besar.

Di tengah pemandangan yang sudah lazim itu, satu sosok mencuri perhatian: Akhmad, seorang ayah yang mendampingi putranya yang berusia tiga tahun, Syafiq. Kehadirannya memberikan warna tersendiri dalam sesi belajar hari itu, yang biasanya didominasi oleh para ibu.

“Biasanya ibunya Syafiq yang mengantar, tetapi hari ini saya yang punya waktu. Kalau ibunya tidak bisa, saya harus ambil peran. Saya percaya, mendampingi anak bukan hanya tugas ibu. Saya juga ingin terlibat dalam tumbuh kembang Syafiq,” jelasnya.

Baca juga : Tanoto Foundation Paparkan Model Pengasuhan Anak Usia Dini Berbasis Komunitas di Konferensi Regional ARNEC 2025

Aktivitas hari itu terbilang sederhana namun penuh makna. Anak-anak diajak menyusun gelas plastik warna-warni—sebuah kegiatan yang dirancang untuk melatih keterampilan motorik halus, fokus, serta pengenalan warna dan bentuk.

Para fasilitator Rumah Anak SIGAP dengan sabar membimbing anak-anak dan mengajak orang tua turut serta, menciptakan suasana hangat yang mendukung keterlibatan semua pihak.

^{Ahkmad menemani anaknya Syafiq mendapat stimulasi di Rumah Anak SIGAP (Dok. Tanoto Foundation)}

Syafiq duduk bersila di samping ayahnya. Dengan tangan kecilnya, ia menyusun gelas-gelas itu dengan hati-hati, sementara Akhmad memberi arahan dan tak henti memuji hasil kerja anaknya. Antusiasme Syafiq terlihat jelas saat ia berusaha membangun menara yang lebih tinggi, dengan kepercayaan diri yang terus tumbuh.

Baca juga : Masalah Emosi Si Kecil: Pahami dan Hadapi dengan Hati dan Pikiran yang Tenang

“Awalnya saya agak kaku juga, harus berbaur dengan orang tua lain di sini, apalagi kebanyakan ibu-ibu. Tapi melihat Syafiq senang, saya jadi ikut nyaman,” ujarnya.

Keterlibatan aktif Akhmad mencerminkan perubahan pandangan masyarakat terhadap peran pengasuhan, terutama di momen spesial seperti Hari Anak. Ia tidak sekadar hadir sebagai pengantar, tetapi benar-benar menjadi bagian dari proses belajar anaknya.

Bagi Akhmad, Rumah Anak SIGAP bukan hanya tempat bermain atau belajar bagi Syafiq, melainkan ruang untuk tumbuh bersama sebagai keluarga.

“Program di sini cukup bagus menurut saya,” kata Akhmad sambil memperhatikan Syafiq menunjukkan hasil susunannya. “Syafiq jadi lebih cepat tanggap. Dia sekarang mengenal warna-warna dan mulai berani menyebutkan nama warnanya sendiri. Dulu dia cenderung pasif, tapi sekarang lebih ekspresif,” ungkapnya.

Selain membantu perkembangan keterampilan anak, kegiatan ini juga memperkuat ikatan emosional antara orang tua dan anak. Di tengah kesibukan sehari-hari, momen sederhana seperti ini—duduk bersama, bermain, dan belajar—menjadi sangat berarti bagi Akhmad.

Di Hari Anak yang mengingatkan kita untuk mengutamakan kesejahteraan dan tumbuh kembang anak-anak, kisah Akhmad menyoroti peran ayah yang semakin aktif dalam pengasuhan. Rumah Anak SIGAP menjadi teladan pengasuhan yang inklusif, menunjukkan bahwa setiap orang tua, tanpa memandang gender, memiliki peran penting dalam membentuk masa depan anak.

Bagi Akhmad dan Syafiq, momen belajar dan kebersamaan ini adalah perayaan masa kanak-kanak dan nilai keluarga—hari ini dan seterusnya. (RO/Z-10)