Butuh Upaya Ekstra Eliminasi Kasus Tb

KEMENTERIAN Kesehatan merilis data terbaru estimasi kasus tuberkulosis (Tb) di Indonesia yang angkanya turun sekitar 200 ribu, dari 1,02 juta kasus pada 2017 menjadi 842 ribu kasus pada 2018. Meski menurun, angkanya masih terbilang tinggi.

"Belum semua kasus Tb di Indonesia tercatat. Dari 842 ribu kasus, hanya 514.773 kasus yang ternotifikasi atau 39% belum terlaporkan," beber Direktur Penyakit Menular Langsung Kemenkes Wiendra Waworuntu saat diskusi rangkaian peringatan Hari Tb Sedunia di Jakarta, kemarin.

Saat ini, Indonesia menempati urutan ketiga tertinggi kasus Tb di dunia setelah Tiongkok (889 ribu) dan India (2,74 ribu). Wiendra menyatakan, butuh upaya ekstra untuk mempercepat eliminasi kasus Tb hingga tidak ada kasus baru per 100.000 penduduk pada 2030 mendatang.

"Tidak cukup hanya dengan pengobatan," serunya.

Baca Juga : Pengobatan tidak Tuntas, Tb Mengganas

Menurutnya, upaya ekstra dapat dilakukan dengan lebih aktif lagi dalam penemuan kasus, memproteksi masyarakat dengan agar jangan sampai terinfeksi misalnya dengan vaksinasi, pengendalian faktor risiko dan mengobati pasien Tb laten agar tidak resisten terhadap obat (multidrugs resistant/MDR).

Pengobatan Tb hingga berbulan-bulan lamanya memang menguji kesabaran pasien. Seperti yang alami Ully Ulwiyah, yang menjalani pengobatan sejak 2011 hingga 2013. Ia menjadi pasien Tb MDR karena putus obat. "Ketika TB MDR saya alami terberat ialah depresi karena harus menjalani pengobatan yang panjang. Saya jadi khawatir bertemu orang," ujar Ully.

Tuberkolosis merupakan penyakit yang disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis dan ditularkan melalui udara dari dahak atau cairan liur saat batuk, bersin, berbicara, bernyanyi, meludah, atau bahkan tertawa.

"Tb yang tidak diobati bisa lebih berat dan pengobatannya lebih mahal," timpal Direktur Kesehatan Ditjen Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan Arie Zakaria. (Ind/H-3)