Headline

Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.

Fokus

Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.

Cerdas Tangkis Hoax dengan Memilah Informasi

MI
31/5/2017 10:10
Cerdas Tangkis Hoax dengan Memilah Informasi
(Menkominfo Rudiantara (kanan) bersama Gubernur Kalbar Cornelis menandatangani deklarasi antihoax di Kalimantan Barat---MI/Aries Munandar)

LUASNYA saluran informasi di masyarakat membuat banyak berita yang tidak benar atau hoax beredar. Menteri Komunikasi dan Informastika Rudiantara menjelaskan penyebaran berita bohong atau hoax di Indonesia memiliki konsekuensi berdasarkan undang- undang.

Pelaku hoax, katanya, baik yang membuat maupun yang menyebarkan melalui media sosial dapat dikenai tuntutan pelanggaran Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Sebetulnya di internet boleh apa saja kecuali yang dilarang sebagaimana Pasal 27, 28, 29 UU ITE, seperti hate speech, penipuan, pornografi, perjudian, dan sebagainya,” kata dia seusai acara pembukaan World Press Freedom Day 2017 di Balai Sidang Jakarta (JCC), Rabu (3/5).

Penggunaan media sosial secara bijak sangat diharapkan dapat memberantas hoax, dan pihaknya terus mengampanyekan hal itu, salah satunya dengan menggandeng Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk sosialisasi di sekolah-sekolah.

“Jadi, jika ada berita yang mengandung unsur yang dilarang UU ITE itu mengacunya pelanggaran UU ITE, bukan kategori produk jurnalis,” kata dia.

Pada kesempatan terpisah, Rudiantara menjelaskan cara menangkal hoax. Caranya cukup sederhana, yaitu dengan mengecek sumber kebenaran informasi tersebut ketika tahu itu hoax, jangan disebarkan.

“Kalau menyebar di grup (aplikasi) Whatsapp dan di atasnya ditulis ‘dari kamar sebelah’ atau ‘viralkanlah’ itu pasti hoax. Jadi, jangan percaya dan disebarkan lagi,” kata Rudiantara pada acara Pencanangan Gerakan Nasional 1.000 Start Up Digital dan Deklarasi Anti-Hoax di Pontianak, Kalimantan Barat, beberapa waktu lalu.

Ketua Dewan Pers, Yoseph Adi Prasetyo, mengatakan, berkembangnya berita hoax disebabkan bergesernya fungsi media sosial yang sebelumnya hanya untuk media silaturahim. Kini informasi itu bahkan menjadi komoditas yang digunakan oleh media abal-abal untuk mencari keuntungan.

“Dari membuat berita hoax itu dia bisa mendapatkan Rp50 juta-Rp60 juta sebulan. Pelaku yang mahasiswa asal Padang, Sumatra Barat, itu akhirnya ditangkap pihak yang berwajib,” kata Yoseph berbicara pada forum Smart UP bertema Jurus jitu menangkis hoax, di Universitas Pertamina, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Yoseph pun menyebutkan banyak media abal-abal seperti itu beredar saat ini. Praktik dari media abal-abal itu akhirnya menciptakan lingkaran setan ketika media resmi menangkap fenomena informasi hoax itu dan menyebarluaskannya melalui berita yang dibuat tanpa verifikasi terlebih dahulu. Hal itu, menurutnya, rentan terjadi, terutama pada media daring yang dituntut cepat menayangkan berita dan memburu likes.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo, Rosarita Niken Widyastuti, mengutarakan ancaman pidana 4 tahun penjara dan denda Rp700 juta dalam UU ITE bagi pembuat dan penyebar informasi yang mengandung ujaran kebencian dan menyinggung SARA. “ini berlaku juga bagi orang yang membuat dan menyebar luaskan berita hoax,” tandasnya.

Jadi, mari cerdas tangkis hoax dengan memilah informasi! (Ind/Gnr/S1-25)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya