Kenakan Cukai Minuman Bersoda, Kemenkeu Perlu Rekomendasi Kemenkes
Fathia Nurul Haq
01/10/2015 00:00
(ILUSTRASI--MI/Angga Yuniar)
Ekstensifikasi objek cukai menjadi salah satu opsi yang harus ditempuh pemerintah untuk menggenjot penerimaan negara, salah satunya minuman bersoda.
Wacana tersebut kembali bergulir dalam rapat kerja pemerintah dengan Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) membahas postur penerimaan negara dalam Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016.
"Kalau di Amerika Serikat itu minuman bersoda juga sudah dianggap minuman berbahaya, kalau berbahaya dikasih pajak yang tinggi. Orang sakit gula (diabetes) habiskan dana BPJS," ujar Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Iskan Qolba Lubis di Jakarta, Rabu (30/9).
Iskan menilai ekstensifikasi objek cukai sudah diperlukan untuk menutup defisit anggaran. Ditambah lagi target penerimaan dalam RAPBN 2016 susut sebagai dampak revisi asumsi makro ekonomi.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Heru Pambudi menanggapi usulan tersebut sebagai catatan yang akan ditindak lanjuti.
"Pada prinsipnya potensi untuk memungut cukai pada soda dan produk lain terbuka. Ini menjadi catatan kami," kata dia.
Heru menjabarkan produk yang menjadi objek cukai harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain memerlukan pengawasan peredaran dan hanya boleh dikonsumsi secara terbatas. Untuk itu pihaknya akan berkonsultasi dengan Kementerian Kesehatan terkait wacana ini. "Karena Kemenkes yang bisa beri pandangan kalau memang konsumsinya perlu dibatasi," kata Heru.
Rekomendasi dari Kemenkes diperlukan sebagai dasar mengajukan minuman bersoda sebagai objek cukai. "Pasti itu akan kita jadikan sebagai dasar untuk mengusulkan minuman bersoda menjadi objek ekstensifikasi," tukasnya. (Q-1)